Bisnis.com, JAKARTA- Konsumen, komunitas dan pedagang tembakau lintingan atau “tingwe” (linting dewe) khawatir dengan upaya ilegalisasi tembakau dalam Pasal 154 hingga Pasal 158 dan Pasal 457 dalam RUU Kesehatan.
Masyarakat hilir ekosistem pertembakauan ini menilai bahwa pasal pengendalian tembakau di RUU Kesehatan berujung pada pelarangan total aktivitas pertembakauan dengan ancaman sanksi pidana.
Palpenk, Ketua Komunitas Pecinta Tabacum Nusantara Indonesia (KPTNI), menuturkan bahwa pengaturan pengamanan zat adiktif di RUU Kesehatan sangat tidak logis dan menunjukkan inkosistensi pemerintah yang masih mengandalkan penerimaan negara dari tembakau.
Hal ini mencuat dalam Diskusi Mbako yang digelar Thinkway ID bertajuk Regulasi Nirempati Mengancam Masa Depan Pertembakauan, Jumat (16/6/2023) di Kopi Sakti, Jakarta Selatan.
"Kok bisa ya pemerintah dalam hal ini, Kemenkes sebagai pemrakarsa RUU Kesehatan ini bisa menabrak-nabrak peraturan pertembakauan yang sudah ada sebelumnya? Ketika masyarakat sedang mulai memulihkan ekonominya justru dihambat dengan regulasi yang ada. Kami komunitas pertembakauan berkomitmen untuk mengawal agar ekosistem pertembakauan tetap bisa tumbuh," ujar Palpenk, dikutip dari siaran pers, Jumat (16/6/2023).
Rohman Nisfi dari Komunitas Emas Hijau Kolektif memandang tembakau selalu mendapatkan stigma negatif. Padahal secara konkret, pembuat kebijakan dapat melihat realita bahwa tembakau memberikan dampak ekonomi luas di masyarakat.
Baca Juga
"Apakah memang Pasal 154 RUU Kesehatan adalah upaya kesengajaan dari pemerintah untuk menyasar atau membunuh tembakau? Sudah sedari lama kampanye negatif terhadap tembakau terus digaungkan. Sekarang, tembakau dilemahkan dengan disamakan dengan narkotika. Legal dijadikan ilegal," ujar Rohman.
Sementara itu, Hananto Wibisono, Sekjen Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mengungkapkan selama lebih dari sedekade, terdapat banyak intervensi terhadap ekosistem pertembakauan di Indonesia.
“ Pertumbuhan ekosistem pertembakauan mulai dari hulu hingga hilir selalu dijegal. Dan, saat ini, lagi-lagi, ekosistem pertembakauan dihambat lewat regulasi. Salah satunya melalui Pasal 154 hingga Pasal 158 dan Pasal 457 di RUU Kesehatan," ujarnya.
Hananto menilai masa depan ekosistem pertembakauan semakin terancam dengan keberadaan regulasi eksesif dan diskriminatif, seperti dalam pasal-pasal mengenai Pengamanan Zat Adiktif dalam RUU Kesehatan.
"Perekonomian masyarakat dan daerah turut bergerak. Pembangunan infrastruktur bahkan kesehatan disumbang dari tembakau,” tegasnya.