Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan pelaku usaha menyebut surplus neraca dagang Indonesia berpotensi kian menyempit karena impor barang modal, bahan baku/penolong, dan bahan konsumsi diprediksi ke depan bakal meningkat.
Menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani, impor semua kategori barang di Tanah Air bakal meningkat kembali ke kondisi prapandemi Covid-19.
“Impor akan meningkat atau kembali ke kondisi pra-pandemi, sehingga surplus perdagangan akan kian sulit dipertahankan dan kondisi defisit neraca dagang prapandemi akan kembali terjadi,” kata Shinta kepada Bisnis, Kamis (15/6/2023).
Dalam lima bulan terakhir, surplus neraca dagang RI kian menyempit. Mengutip Badan Pusat Statistik (BPS), surplus neraca dagang RI periode Januari—Mei 2023 senilai US$16,5 miliar. Kinerja itu lebih rendah dari periode Januari—Mei 2022 yang mencapai US$19,8 miliar.
Penyusutan surplus tidak lepas dari penurunan ekspor ke negara tujuan utama. Ekspor ke Amerika Serikat (AS) Januari—Mei 2023 anjlok 23,16 persen yoy menjadi US$9,4 miliar, sedangkan ekspor ke Uni Eropa pada periode yang sama turun 13,64 persen yoy menjadi US$7,4 miliar.
Kendati demikian, kalangan pelaku usaha menilai kondisi defisit neraca dagang tidak serta merta mengartikan kondisi ekonomi nasional sedang dalam keterpurukan.
Baca Juga
Sebab, sambungnya, struktur impor dalam negeri masih didominasi oleh barang modal dan bahan baku/penolong yang justru bersifat produktif dan mampu menunjang pertumbuhan ekonomi nasional.
Bahkan, kondisi ini dinilai berasosiasi dengan tren ekspansi kapasitas industri atau kinerja dunia usaha baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek selama 3-6 bulan ke depan.
Karena itu, pemerintah dinilai perlu terus melakukan stimulasi peningkatan kinerja ekspor, baik ekspor by volume untuk komoditas maupun ekspor produk bernilai tambah dalam memenuhi permintaan global.
“Terkait dengan seberapa cepat RI akan kehilangan surplus dagang sangat tergantung kepada bagaimana pemerintah bisa menstimulasi kinerja ekspor komoditas secara volume dan memaksimalkan demand ekspor produk bernilai tambah,” ujarnya.