Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Energi Nasional (DEN) menilai pemerintah telah berupaya keras untuk mengurangi dan menekan jumlah emisi karbon yang berdampak terhadap lingkungan lewat sejumlah langkah strategis.
Anggota DEN Satya Widya Yudha menuturkan dalam rangka menuju transisi energi bersih, pemerintah telah merevisi besaran target penurunan emisi karbon menjadi 31,89 persen pada 2030 mendatang. Angka ini, berarti meningkat sekitar 2 persen dari target sebelumnya yakni sebesar 29 persen.
Satya menjelaskan penurunan emisi sebesar 31 persen sebanding dengan 358 juta ton CO2 pada 2030. Hal itu masih akan ditambah dengan bantuan dari pihak dan lembaga internasional menjadi 41 persen atau sebesar 446 juta ton emisi karbon pada 2030.
Dia juga menyebut dalam rangka mendukung kebijakan dan arah strategis pengurangan emisi karbon supaya lebih ramah lingkungan, maka Pemerintah mulai mengubah energi fosil menuju energi terbarukan.
"Langkah tersebut dimulai dengan melakukan copairing Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan biomassa. Kemudian juga mengimplementasikan sejumlah pembangkit listrik panas bumi, pembangkit listrik berbasis hidro, bayu, dan Pembangkit Listrik tenaga Surya [PLTS],” ujarnya kepada Bisnis, Senin (5/6/2023).
Dengan langkah strategis tersebut, potensi dari PLTS ke-depannya adalah mencapai 3.295 GW, Pembangkit Hidro sebesar 95 GW, Pembangkit bioenergi sebesar 57 GW, angin sebesar 155 GW, dan panas bumi sebesar 24 GW.
Baca Juga
“Kalau nanti dikembangkan lagi teknologi laut ada potensi juga sebesar 60 GW,” imbuhnya.
Tak hanya mewujudkan transisi energi melalui pembangkit bersih, Pemerintah, sebutnya, juga sudah mengupayakan agar pembangkit teknologi fosil eksisting dapat dikurangi emisinya dengan menggunakan teknologi carbon capture dan utilization storage.
Sisi lain, Satya menjelaskan tantangan untuk mengurangi emisi karbon tersebut adalah mempercepat atau mempensiunkan. Hal ini dapat berdampak besar terhadap investasi dan pendanaan sektor batu bara di Indonesia.
Pensiun dini PLTU adalah program yang dibuat pemerintah sebagai langkah menurunkan emisi karbon untuk mencapai target netral karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060. Program ini dicanangkan pemerintah sebagai upaya besar untuk transisi menuju energi bersih. Sebagai contoh, jika masa berlaku PLTU 24 tahun, masa berlaku PLTU bisa dikurangi menjadi 15 tahun saja. Semakin cepat pensiun tersebut dilakukan, emisi karbon bisa segera berkurang.
Meski begitu, pendanaan program ini bukanlah persoalan mudah. Agar rencana pensiun dini PLTU bisa dipercepat, pemerintah mendapat pembiayaan dari beberapa negara, termasuk Bank Pembangunan Asia atau ADB, melalui Energy Transition Mechanism (ETM). Konsep pembiayaan tersebut adalah blended financing, yaitu pembiayaan dari investor publik dan swasta.