Bisnis.com, JAKARTA- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menerbitkan Keputusan Menteri Nomor 88/2023 Pedoman Pencegahan dan Pedoman Kekerasan Seksual di Tenaga Kerja. Kepmenaker ini, perusahaan dapat memberikan sanksi pelaku dalam bentuk pemecatan.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menjelaskan bahwa aturan itu dibuat atas dasar kasus viral yang menimpa salah seorang pekerja yang diberi syarat staycation dengan atasan untuk memperpanjang kontraknya di Cikarang. Dia mengatakan beleid ini secara spesifik menyinggung pekerja yang melakukan kejahatan kekerasan seksual.
“Bu Dirjen cerita di antara kenapa keluarnya Kepmenaker ini mungkin kita semua tahu satu kasus yang cukup menyita perhatian kita adalah salah satu karyawan yang disyaratkan staycation untuk perpanjang kontrak. Mudah-mudahan ini bukan seperti fenomena gunung es,” ujar Ida di Kantor Apindo di Permata Kuningan, Jakarta, Kamis (1/6/2023).
Ida mengatakan, penerbitan Kepmenaker ini merupakan tindak lanjut dari aturan teknis tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual setelah adanya Undang-Undang (UU) No. 12/2022. Meski demikian, aturan ini bukan berarti meniadakan sanksi pidana yang diatur dalam UU tersebut.
"Dalam Kepmenaker ini juga diatur sanksinya dan sanksi ini tidak dihilangkan, pemberian sanksi yang ada dalam UU nomor 12 tahun 2022. Jadi diproses secara pidana, tapi juga dapat sanksi ketenagakerjaan. Jadi yang diatur di Kepmenaker ini adalah sanksi ketenagakerjaan," ujar dia.
Kepmenaker tersebut mengatur pengusaha dapat memberikan sanksi kepada pihak yang diadukan berupa surat peringatan tertulis, pemindahan atau penugasan ke divisi/bagian/unit kerja lain, mengurangi atau bahkan menghapus sebagian atau keseluruhan dari kewenangannya di perusahaan, pemberhentian sementara hingga PHK.
Baca Juga
“Sanksinya yang paling keras sampai pemutusan hubungan kerja. Sekali lagi di Kepmenaker ini tidak mengurangi hak korban untuk mengajukan tindak kekerasan seksual kepada pihak kepolisian dan pelaku dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” imbuh Ida.
Menurut Ida, kasus kekerasan seksual yang terjadi di tempat kerja dapat terjadi pada pekerja perempuan atau pekerja laki-laki, dan bisa dilakukan oleh orang-orang yang sejajar kedudukannya seperti sesama pekerja atau pegawai maupun dilakukan dari atasan kepada bawahan ataupun sebaliknya.
Melalui Kepmen, lanjut Ida, perusahaan didorong untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) yang berfokus dalam pencegahan kekerasan seksual ini. Adapun unsur yang terkandung di dalamnya mencakup manajemen perusahaan hingga karyawan.
"Satgas terdiri dari unsur manajemen dan kemudian unsur pekerja. Melalui satgas ini, perusahaan, satgas bisa merekomendasikan sanksi-sanksi yang saya sebutkan tadi," tegasnya.