Bisnis.com, JAKARTA - Laporan World Economic Outlook IMF yang terbit menjelang pertengahan 2023 menggambarkan lanskap ekonomi global yang penuh tantangan. Pengetatan moneter yang sedang berlangsung di negara-negara maju dan berkembang, efek dari perang Rusia di Ukraina yang terus berlanjut dan masalah sektor keuangan di AS dan Eropa, menimbulkan tantangan besar bagi perkembangan ekonomi dunia. Bagaimana dengan Asia?
Meskipun tantangan global turut memengaruhi kawasan, kami memperkirakan kawasan Asia-Pasifik akan menjadi titik terang dalam ekonomi global, yang menyumbang sekitar 70% pertumbuhan global tahun ini. Laporan Regional Economic Outlook IMF untuk Kawasan Asia-Pasifik periode April 2023 menunjukkan bahwa permintaan domestik sejauh ini tetap kuat, terlepas dari melemahnya permintaan eksternal dan pengetatan moneter.
Selain itu, pembukaan kembali China juga memberikan dorongan baru. Pertumbuhan di kawasan Asia-Pasifik diproyeksikan meningkat tahun ini menjadi 4,6%, naik dari 3,8% pada 2022.
Proyeksi tersebut meningkat sebesar 0,3% dari proyeksi kami tahun lalu, terutama didorong oleh pertumbuhan di China dan India. Di Indonesia, pemulihan juga diperkirakan akan tetap kuat, mencapai 5% pada 2023, meskipun sedikit melambat dari tahun 2022 yang tercatat 5,3%.
Meskipun prospek kawasan Asia-Pasifik kuat, risiko cenderung bias ke bawah. Dalam jangka pendek, tekanan harga dari global dan regional tetap menjadi risiko utama. Pengetatan moneter oleh bank sentral di kawasan yang diiringi dengan penurunan harga komoditas dan biaya pengangkutan telah berkontribusi meredam dinamika inflasi. Namun, inflasi inti masih tinggi dan inflasi umum masih di atas target bank sentral di banyak negara.
Pada saat yang sama, ketidaksesuaian antara antisipasi pasar dan arah kebijakan moneter yang dikomunikasikan oleh bank sentral di negara maju, serta gejolak lanjutan di pasar keuangan global dapat memperumit pertimbangan kebijakan. Dalam jangka menengah-panjang, jika pertumbuhan China lebih lambat dibandingkan perkiraan, serta proteksionisme perdagangan meningkat, hal ini akan berdampak negatif bagi seluruh kawasan. Jadi, apa yang bisa dilakukan?
Baca Juga
Tekanan inflasi membutuhkan kewaspadaan yang berkelanjutan. Di negara-negara yang masih mengalami inflasi yang tinggi, kebijakan moneter perlu tetap ketat hingga inflasi turun kembali sesuai target. Di Indonesia, tekanan inflasi dari sisi fundamental relatif terbatas. Data terkini menunjukkan bahwa inflasi diperkirakan akan turun ke kisaran target Bank Indonesia pada paruh kedua tahun ini, sementara inflasi inti diperkirakan berada sedikit di bawah titik tengah sasaran inflasi. Meski perkembangan dan prospek inflasi relatif moderat, BI tetap harus siap untuk merespons dengan segera jika tekanan harga muncul kembali.
Di bidang fiskal, tantangan yang mengemuka di global dan kawasan adalah peningkatan utang pemerintah dan kenaikan biaya bunga. Hal ini memerlukan langkah konsolidasi fiskal yang berkelanjutan.
Dalam beberapa kasus, konsolidasi perlu dipercepat dengan tetap melindungi kelompok yang rentan, melalui langkah-langkah tepat sasaran. Di Indonesia, utang pemerintah yang rendah, cadangan kas yang memadai, dan manajemen kebijakan fiskal yang hati-hati merupakan kekuatan utama. Pencapaian target defisit anggaran 3% satu tahun lebih cepat dari jadwal juga makin memperkuat kredibilitas fiskal.
Masalah sektor keuangan di Eropa dan AS menjadi berita utama dalam beberapa bulan terakhir. Sejauh ini, dampaknya ke kawasan Asia relatif terbatas, meski terdapat kerentanan di sektor rumah tangga dan korporasi yang dapat terdampak pengetatan keuangan global dan gejolak pasar. Di Indonesia, sektor keuangan berhasil bangkit dari pandemi dengan kondisi yang kuat, tetapi pengawasan yang ketat tetap diperlukan. Pemantauan potensi kerentanan terkait peningkatan beban utang di sektor korporasi dan rumah tangga, serta risiko pasar dan risiko kredit korporasi di sektor keuangan, perlu terus dilakukan untuk menjaga stabilitas keuangan di Indonesia dan di kawasan.
Pada akhirnya, meningkatkan potensi pertumbuhan adalah hal yang paling penting. Pertumbuhan kawasan Asia-Pasifik diperkirakan turun sedikit di bawah 4% dalam 5 tahun mendatang, terendah sejak 1990.
Untuk Indonesia, kami memperkirakan pertumbuhan akan stabil di kisaran 5% dalam jangka menengah. Namun, untuk mencapai tujuan menjadi ekonomi berpendapatan tinggi, membutuhkan peningkatan momentum pertumbuhan secara berkelanjutan di tengah kondisi regional dan global yang penuh tantangan.
Di Indonesia dan Asia, percepatan reformasi struktural menjadi sangat penting untuk memfasilitasi transisi menuju ekonomi hijau, mendorong produktivitas dan meningkatkan investasi berkualitas tinggi, sekaligus mengurangi risiko dari fragmentasi dan memastikan ketahanan pangan. Normalisasi kebijakan ekonomi makro ke kondisi pra-pandemi, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, penurunan inflasi, dan sistem keuangan yang solid akan membawa Indonesia ada pada jalur yang tepat untuk mewujudkan potensi pertumbuhan yang lebih kuat.