Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Wakil Presiden (2014-2019) Jusuf Kalla atau JK menyebutkan bahwa pemerintah merogoh kocek hingga Rp1.000 triliun per tahun untuk membayar bunga utang. Apakah benar demikian?
Menanggapi pernyataan JK, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa utang pemerintah selalu dikelola dengan baik. Penarikan utang maupun pembayaran utang yang jatuh tempo sudah masuk dalam strategi pembiayaan pemerintah setiap tahunnya.
“Kalau lihat dari data dan pengelolaan utang, setiap tahun kita tahu berapa, utang itu kan ada jangka waktunya, jadi untuk yang jatuh tempo maupun untuk pembayaran utangnya suda ada di dalam APBN dan itu masuk dalam strategi pembiayaan setiap tahun,” katanya usai menghadiri Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (23/5/2023).
Lantas, benarkah pemerintah menyiapkan dana Rp1.000 triliun untuk membayar bunga utang setiap tahun?
Mengutip dari buku Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kita edisi Januari 2023, disebutkan bahwa realisasi pembayaran bunga utang untuk periode 2022 mencapai Rp386,34 triliun.
“Pembayaran bunga utang yang mencapai Rp386,34 triliun atau 95,19 persen dari pagu,” tulis laporan tersebut, dikutip, Rabu (24/5/2023).
Baca Juga
Jumlah tersebut bahkan tercatat lebih kecil dari realisasi pembayaran subsidi energi dan kompensasi yang tahun lalu mencapai Rp551,18 triliun.
Sementara melihat Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada 2021 tercatat belanja untuk pembayaran bunga utang mencapai Rp343,49 triliun.
Meski tercatat naik dari pembayaran 2020 yang sebesar Rp314,08 triliun, pembayaran bunga utang pada 2021 lebih rendah dari target APBN yang tercantum dalam perpres, yakni sebesar Rp373,26 triliun.
“Pembayaran bunga utang yang efisien [2021] atau turun Rp29,77 triliun,” tulisnya.
Kementerian Keuangan mencatat bahwa efisiensi pembayaran bunga utang pada 2021 didukung oleh imbal hasil utang yang lebih rendah, penurunan penerbitan utang, pemanfaatan SAL.
Selain itu, terdapat kerja sama pemerintah dengan Bank Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) I, SKB II, dan SKB III berperan cukup signifikan dalam penurunan beban bunga utang atas penerbitan SBN dalam rangka penanganan Covid-19 dan program PEN.
Dengan demikian, rata-rata pengeluaran untuk pembayaran utang dalam tiga tahun terakhir, tak sampai Rp1.000 triliun setiap tahunnya.
Namun, dalam catatan BPK, pembayaran bunga utang oleh pemerintah mengalami tren kenaikan setiap tahunnya.
Kondisi Utang 2023
Pada awal 2023, pemerintah mencatat posisi utang pemerintah per akhir Januari 2023 mencapai Rp7.754,98 triliun dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 38,56 persen.
Posisi utang terus meningkat pada akhir Februari 2023 yang tercatat sebesar Rp7.861,68 triliun. Sementara pada akhir Maret 2023 naik tipis menjadi Rp7.879,07 triliun.
Adapun, hingga April 2023 Kemenkeu mencatat realisasi pembiayaan utang sebesar Rp243,9 triliun atau mencapai 35 persen dari APBN. Meningkat 55,9 persen secara tahunan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa penarikan utang baru yang meningkat hingga April 2023 guna mengantisipasi kenaikan suku bunga ke depan.
“Penerbitan utang sampai dengan akhir April mencapai Rp243,9 triliun. Ini memang naik dibandingkan tahun lalu, terutama karena mengantisipasi kenaikan suku bunga Fed Funds Rate [FFR] maupun suku bunga di dalam negeri,” katanya dalam Konferensi Pers APBN Kita, Senin (22/5/2023).
Secara komposisi hingga April 2023, utang juga didominasi oleh surat berharga negara (SBN) sebesar Rp7.007,03 triliun yang mencakup 89,26 persen.
Berdasarkan catatan Kemenkeu, pemerintah akan melakukan pembayaran bunga utang sebesar Rp441,4 triliun pada tahun ini. Jumlah itu meningkat sebesar 14,5 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
Jumlah tersebut terdiri atas pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp426,8 triliun dan bunga utang luar negeri sebesar Rp14,6 triliun.
Data Realisasi Pembiayaan Bunga Utang
Realisasi Pembiayaan Bunga Utang | |
---|---|
Tahun | Besaran |
2023 | Rp243,9 triliun* |
2022 | Rp386,3 triliun |
2021 | Rp343,5 triliun |
2020 | Rp314,1 triliun |
2019 | Rp275,5 triliun |
2018 | Rp257,9 triliun |
2017 | Rp216,5 triliun |
Sumber: APBN Kita, diolah
Keterangan * data hingga April 2023