Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Faisal Basri Bongkar Alasan BUMN Karya Boncos, Proyek Infrastruktur Salah Arah?

Ekonom Indef mengungkapkan dampak dari pembangunan infrastruktur yang berbasis proyek. BUMN Karya berakhir boncos?
Gerbang tol Karang Joang di Jalan Tol Balikpapan–Samarinda (Balsam) di Kalimantan Timur./Bisnis/Tim Jelajah Infrastruktur Kalimantan 2020
Gerbang tol Karang Joang di Jalan Tol Balikpapan–Samarinda (Balsam) di Kalimantan Timur./Bisnis/Tim Jelajah Infrastruktur Kalimantan 2020

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri meniai pembangunan infrastruktur yang berbasis proyek menjadi penyebab utama tidak efisiennya ongkos logistik hingga pembengkakan beban perusahaan-perusahaan badan usaha milik negara atau BUMN Karya

Dia menjelaskan bahwa sejumlah kasus dan catatan beban keuangan BUMN karya menunjukkan pembangunan infrastruktur yang salah arah. Tata kelola yang buruk membuat pembangunan itu malah menimbulkan berbagai persoalan.

Faisal berpandangan bahwa tidak ada yang salah dari pembangunan infrastruktur. Menurutnya, masalahnya ada pada orientasi pemerintah dalam membangun infrastruktur yang berbasis proyek, bukan berdasarkan kebutuhan Indonesia sebagai negara maritim.

Idealnya, Indonesia menjadikan transportasi laut sebagai moda utama dalam pergerakan logistik. Biaya logistik berbasis transportasi laut akan lebih hemat, bahkan hanya satu per sepuluh dari ongkos logistik darat menurut Faisal.

Infrastruktur darat seperti jalan tol pun sangat diperlukan dalam menunjang lalu lintas logistik, tetapi menurut Faisal, harus berbasis laut atau orientasinya mendukung transportasi laut. Sayangnya, Faisal menilai bahwa pembangunan infrastruktur Indonesia malah mengutamakan darat.

"Ongkos logistik kita itu 22 persen dari produk domestik bruto [PDB], jadi istilahnya habis di ongkos. Karena apa? 80 persen barang di Indonesia diangkut lewat darat, padahal di seluruh dunia 70 persen barang itu diangkut lewat laut. Karena ongkos darat 10 kali lebih mahal dari laut," kata Faisal Basri kepada Bisnis pekan lalu.

Kondisi yang ada saat ini menurutnya berbanding terbalik dengan apa yang Presiden Joko Widodo deklarasikan saat pertama kali menduduki kursi RI 1, yakni bahwa kita akan kembali ke laut atau berhenti memunggungi laut.

Nyatanya, pembangunan pembangunan infrastruktur belum benar-benar mendukung laut dan belum menunjang peningkatan performa logistik.

Berdasarkan data World Bank, Logistics Performance Index (LPI) Indonesia pada 2023 anjlok hingga 17 peringkat. Dari 139 negara, Indonesia berada di peringkat ke-63 tahun ini, padahal sempat ada di peringkat ke-46 pada 2018.

Faisal, yang mengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, menyebut bahwa motif pemerintah dalam membangun infrastruktur adalah untuk kepentingan pengadaan proyek. Dia mencontohkan pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatera Utara demi mendukung proyek lumbung pangan, padahal di dekatnya sudah ada Pelabuhan Belawan.

"Jadi motifnya itu create project. Karena [pembangunan infratruktur] tidak feasible secara bisnis, maka penunjukkan semua kan? Muncul kasus-kasus [di BUMN karya] itu," kata Faisal.

Faisal juga menyebut bahwa kebocoran biaya pembangunan infrastruktur pada era Soeharto berkisar 30 persen. Namun, menurutnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan pernah berkata kepadanya bahwa Jokowi menyampaikan kebocoran pada zamannya ini mencapai 40 persen.

"Media mau kutip [angka 40 persen] sumbernya dari mana? Dari Luhut Panjaitan, Luhut mengatakan kepada saya kalau 'Pak Jokowi kemarin bilang 40 persen', jadi Jokowi sadar. Jadi ngeri, mengalir sampai ke mana-mana, kualitasnya jelek, feasibility study enggak ada. Tidak lewat Bappenas pada umumnya proyek-proyek itu," kata Faisal.

*Dialog dengan Faisal Basri merupakan bagian dari laporan khusus bertajuk Mundur Kena, Maju Kena BUMN Karya yang terbit di harian Bisnis Indonesia edisi Senin (22/5/2023). Baca laporan selengkapnya di epaper.bisnis.com.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper