Bisnis.com, JAKARTA - Amerika Serikat (AS) sedang menghadapi ketidakpastian dalam perdebatan pagu utangnya dan kebuntuan kesepakatan antara pemerintah dan DPR AS. Kondisi ini dapat menambah tekanan ekonomi dan membuat para investor mencari perlindungan dari pihak lain.
Presiden AS Joe Biden dan Ketua DPR McCarthy sebelumnya dijadwalkan untuk pertemuan kembali dalam membahas mengenai pencegahan dalam gagal bayar utang AS lantaran adanya perbedaan dan waktu negosiasi yang semakin singkat.
Kebuntuan diantara Partai Republik dan Partai Demokrat sendiri sudah berlangsung selama berhari-hari dikarenakan kedua belah pihak bersama-sama mempertahankan pendapatnya untuk keuntungan politik dan mencapai kesepakatan.
Menteri Keuangan AS, Janet Yellen sebelumnya juga mengatakan bahwa kemungkinannya cukup rendah bagi AS dapat membayar semua utang atau tagihannya pada pertengahan Juni 2023.
Ketua DPR Kevin McCarthy juga lebih berharap kesepakatan dapat ditemukan di tengah perbedaan yang terjadi.
"Waktu adalah hal yang paling penting. Namun, saya lebih berharap akan adanya kesepakatan setelah berbicara dengan Biden mengenai solusi-solusi untuk menjembatani perbedaan-perbedaan," jelasnya dikutip dari Bloomberg (22/5/2023).
Baca Juga
Kebuntuan terkait kesepakatan pemerintah dan DPR AS mengenai pagu utang berpotensi menambah tekanan pada perekonomian AS, yang sudah rentan terhadap resesi setelah serangkaian kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve, menurut Bloomberg Economics
Mengutip dari Bloomberg, bagi para investor yang tidak suka menghadapi ketidakpastian, tentunya kebuntuan ini menjadi hal yang tidak diinginkan.
Kebuntuan ini juga berpotensi untuk menambah tekanan pada perekonomian AS, yang rentan terhadap resesi setelah serangkaian kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve atau The Fed.
Bukan hanya itu, para investor kini bersiap untuk menghadapi turbulensi di pasar dan perlu bersiap untuk menghadapi kenaikan volatilitas mata uang dan kerugian di pasar saham.
Bloomberg juga melakukan survei Markets Live Pulse dari 15 - 19 Mei 2023, dimana para investor berencana untuk meningkatkan taruhannya di pasar negara berkembang.
Sebagai catatan, survei tersebut memiliki total 234 responden, dengan 65 persen berbasis di Eropa atau Amerika Utara dan 19 persen di Asia. Mayoritas Responden merupakan seorang manajer portofolio, investor ritel atau ahli strategi.
Pasar Negara Berkembang Jadi Pilihan
Justin Leverenz, yang mengelola Dana Pasar Berkembang Invesco senilai US$26 miliar, yakni salah satu dana ekuitas berkembang utama dengan kinerja terbaik di dunia tahun 2023, mengatakan ekonomi di negara berkembang cenderung lebih tangguh.
“Ekonomi di negara berkembang jauh lebih tangguh saat ini dibandingkan 30 tahun yang lalu, dan bank sentral EM lebih bertanggung jawab dalam menghadapi kenaikan inflasi daripada di negara maju,” Jelasnya.
Leverenz juga mengatakan bahwa dalam 10 tahun terakhir bukan hanya ekonomi negara-negara pasar berkembang menjadi lebih tangguh, namun juga hampir sepenuhnya diabaikan oleh investor global.
Di lain sisi, diketahui dari survei bahwa sebanyak 49 persen responden mengatakan bahwa walaupun resesi AS menyebabkan penurunan aset pasar yang berkembang, pertumbuhan dasar yang valuasi yang menarik tetap membantu melampaui pesaing yang sudah mapan.
Senada dengan pernyataan-pernyataan di atas, Malcolm Dorson, manajer uang di Global X Management di New York mengatakan pasar negara berkembang memiliki posisi yang lebih baik dibandingkan ekonomi utama setelah pandemi.
Menurutnya, hal tersebut membantu negara berkembang tertentu untuk menghindari jenis kebijakan dan berbagai stimulus yang sama, yang mengancam AS dan Eropa.
“Kami melihat potensi pertumbuhan mendasar untuk meningkatkan EM, valuasinya murah, dan daya tarik jangka panjang EM tetap tidak berkurang,” ucap Devan Kaloo selaku global head of emerging market di abrdn Plc.
Pilihan Aset Investor
Berdasarkan hasil survei, selama 12 bulan ke depan, diketahui bahwa 41 persen responden mengatakan bahwa ekuitas merupakan pilihan investasi pasar berkembang yang terbaik.
Sebagian dari optimisme tersebut juga terkait dengan peluang relatif. Sepanjang tahun ini, Indeks MSCI Emerging Markets naik hanya 2,2 persen, dibandingkan kenaikan 9,2% pada indikator serupa dari saham-saham pasar-pasar yang sudah maju.
“Kami membutuhkan negara-negara berkembang yang dapat mempertahankan tingkat output potensial yang masuk akal dan bisnis yang dapat menciptakan nilai,” kata Lewis Kaufman.
Sebagai catatan, Artisan Developing World Fund milik Kaufman telah mengungguli 99 persen rekannya yang berbasis di AS di sepanjang tahun 2023.
Jika meninjau secara geografis, para responden sendiri juga mencari peluang di Asia Tenggara.
Diketahui sebagian besar atau 60,3 persen responden mengatakan bahwa dalam dua tahun kedepan, aset di wilayah kawasan Asia akan memberikan hasil yang terbaik di pasar yang sedang berkembang.
Ahli strategi makro dan investasi di BNY Mellon Investment Management di Singapura, Aninda Mitra juga menjelaskan bahwa Asia Tenggara menjadi salah satu tempat terbaik bagi investor jangka panjang.
“Ada rekam jejak manajemen makro yang baik, demografi yang lebih baik, dan aliran investasi asing langsung yang terus meningkat.” Jelasnya.
Bukan hanya itu, kepala kapabilitas global untuk ekuitas aktif di HSBC Asset Management, Alexander Davey, mengatakan bahwa Pertumbuhan di kawasan tersebut terlihat normal lantaran ekonomi China yang sudah dibuka kembali dan manufaktur yang berkembang.
Selain itu, Goldman Sachs Group Inc., juga menunjuk peluang saham bank dari Thailand. Menimbang mengenai pilihan investasi, berikut beberapa hal yang dapat Anda perhatikan mengutip dari Bloomberg Economics.
-
Menjelang pemilihan putaran kedua, Bank Sentral Turki akan mempertahankan suku bunga repo satu minggu pada 8,5 persen.
-
Bank sentral Afrika Selatan akan menaikan suku bunga utamanya
-
Bank Indonesia diperkirakan akan mempertahankan kebijakan tetap stabil
-
Indeks Harga Konsumen (IHK) Brasil pada pertengahan Mei kemungkinan menunjukan inflasi yang tangguh.
-
Setelah bank sentral China mempertahankan suku bunganya, bank komersial China kemungkinan akan mempertahankan suku bunga pinjaman tetap stabil
-
Singapura dan Malaysia akan merilis laporan inflasi.