Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kendala RSPO Sawit di Sumsel Masih Minim

Perlu disadari bahwa petani swadaya ini sedikit sekali yang memenuhi persyaratan untuk RSPO.
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, PALEMBANG – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) mengungkapkan penerapan sertifikasi Roundtable on Sustainable Oil (RSPO) di kalangan petani sawit swadaya masih sulit dilakukan.

Wakil Apkasindo Sumsel, M Yunus menjelaskan bahwa program sertifikasi RSPO itu sebenarnya sangat baik. Namun, terdapat beberapa hal yang menjadi alasan tingkat realisasinya masih sangat minim di wilayah Sumsel. 

Yunus merinci, jumlah petani kelapa sawit swadaya di wilayah Sumsel berada di kisaran angka 300.000. Sementara untuk yang siap melakukan RSPO hanya sekitar 60 persen dari jumlah tersebut. 

“Perlu disadari bahwa petani swadaya kita ini sedikit sekali yang memenuhi persyaratan untuk RSPO,” kata Yunus kepada Bisnis, Senin (15/5/2023).

Kendala yang menyebabkan belum banyaknya petani yang melakukan sertifikasi itu salah satunya adalah kejelasan sumber bibit yang digunakan. 

Menurut Yunus, hanya sedikit petani sawit swadaya yang mengerti asal usul bibitnya, kecuali mereka adalah petani swadaya yang besar. 

“Dari satu faktor bibit itu saja, RSPO belum bisa diperoleh,” sambungnya. 

Sehingga untuk bisa meningkatkan jumlah petani yang melakukan sertifikasi RSPO ini, pemerintah bisa memulai dari melakukan pendataan yang benar terkait petani yang sudah siap. 

“Jadi sebenarnya dimulai dari statistik yang jelas, harus data rinci, data kepemilikan yang benar, sebaran yang benar,” jelasnya.  

Hal serupa terjadi juga pada penerapan program replanting yang berjalan di kebun swadaya. Dia mengungkapkan bahwa replanting yang dilakukan di Sumsel ini masih sangat sedikit sekali dan tidak bisa disebutkan presentasinya. 

“Belum bisa disebutkan. Karena masih sangat sedikit, belum menembus 1.000 hektare,” ujar Yunus. 

Hambatan yang terjadi pada program replanting sendiri yaitu banyaknya petani yang keberatan, seperti tumpang tindih dengan HGU atau tidak dalam kawasan hutan. (K64)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper