Bisnis.com, JAKARTA - Surplus neraca perdagangan Indonesia diperkirakan akan menyempit pada semester kedua 2023, sejalan dengan kinerja ekspor yang melambat.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan kinerja ekspor berpotensi terus melambat ke depan akibat penurunan harga komoditas. Secara bersamaan permintaan global juga mengalami kelesuan di tengah inflasi yang tinggi dan masih berlangsungnya kenaikan suku bunga acuan.
Pada April 2023, ekspor tercatat turun sebesar -29.40 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Kondisi yang melanjutkan kontraksi pada bulan sebelumnya. Kontraksi ini juga disebabkan oleh efek musiman karena libur Lebaran tahun lalu yang jatuh pada Mei-Juni, sehingga hari kerja atau aktivitas produksi relatif lebih panjang pada periode April-Juni.
Secara bulanan, ekspor tercatat anjlok sebesar -7.62 persen (month-to-month/mtm) seiring melambatnya ekspor komoditas utama, yaitu batu bara dan CPO.
Neraca perdagangan menjadi surplus karena pada saat yang sama impor juga mengalami penurunan sebesar -22.32 persen yoy pada April 2023. Ini merupakan kontraksi impor 3 bulan berturut-turut. Menurunya, penurunan impor merupakan dampak dari libur Lebaran dan fluktuasi nilai tukar Rupiah yang terus berlanjut.
Secara bulanan, impor turun sebesar -25.45 persen mtm karena impor terkait dengan barang input menurun di tengah aktivitas produksi yang lebih rendah secara musiman karena libur Lebaran.
Baca Juga
"Kami masih mengantisipasi bahwa surplus perdagangan cenderung terus menyempit, terutama pada paruh kedua tahun 2023. Namun, surplus perdagangan dapat bertahan lebih lama dari yang diantisipasi karena penurunan harga komoditas akan lebih bertahap karena pembukaan kembali ekonomi China," katanya, Senin (15/5/2023).
Selain itu, surplus yang lebih lama kata Faisal juga dipengaruhi oleh pemangkasan produksi minyak OPEC+, produksi beberapa komoditas yang lebih rendah di tengah potensi El Nino tahun ini, dan meredanya krisis energi global.
Dengan perkembangan tersebut, Faisal memperkirakan neraca transaksi berjalan (current account/CA) pada 2023 akan membukukan defisit yang terkendali, sehingga masih dapat mendukung stabilitas sektor eksternal hingga batas tertentu.
"Oleh karena itu, kami merevisi proyeksi CA 2023 menjadi defisit yang lebih kecil yaitu -0,65 persen dari PDB, dari sebelumnya defisit -1,10 persen dari PDB," kata Faisal.