Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom: Hilirisasi Mineral Harus Utamakan Kualitas, Jangan Hanya Kuantitas

Ekonom menilai upaya peningkatan nilai tambah atau hilirisasi mineral dalam negeri harus memperhatikan kualitas dan aspek keberlanjutan.
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah terus berupaya mendorong peningkatan investasi di sektor penghiliran mineral.

Pada Kamis (11/5/2023), Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia melakukan pertemuan dengan Menteri Investasi Arab Saudi Khalid A. Al-Falih untuk membahas kerja sama investasi, salah satunya di sektor energi terbarukan dan hilirisasi mineral.

Bahlil dalam kesempatan ini menyampaikan bahwa Indonesia sejak 4 tahun lalu telah memulai hilirisasi di sektor pertambangan, yang diawali dengan pelarangan ekspor bijih nikel. 

Mulai tahun ini, pemerintah akan melarang ekspor komoditas bauksit, konsentrat tembaga, dan timah. Hal ini sebagai upaya pemerintah untuk mendorong hilirisasi sumber daya mineral.

“Indonesia sangat terbuka untuk investasi, khususnya dalam hilirisasi industri dan ekonomi hijau yang menggunakan energi dan industri hijau. Kami memulai dengan hilirisasi sumber daya alam, ini adalah peluang besar dan saya ingin ada investasi antara Arab Saudi dan Indonesia,” katanya.

Arab Saudi menyambut baik usulan Bahlil tersebut mengingat Arab Saudi dan Indonesia memiliki hubungan yang erat, baik hubungan ekonomi maupun diplomatik. 

Menurut Bahlil, Menteri Investasi Arab Saudi Khalid A. Al-Falih pun menyampaikan apresiasinya atas upaya Indonesia dalam melakukan transformasi ekonomi melalui hilirisasi sumber daya alam sehingga mengurangi ketergantungan terhadap komoditas mentah. 

Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan bahwa Indonesia, khususnya BKPM, sewajarnya tidak hanya bergantung pada satu destinasi untuk menjaring investor sehingga diharapkan investor asing dapat terdiversifikasi.

Program hilirisasi mineral yang didorong oleh pemerintah juga dapat ditingkatkan nilai tambahnya melalui serangkaian fasilitas produksi yang akan dihadirkan investor.

“Hasilnya diharapkan tidak hanya dipasarkan untuk kebutuhan domestik, tetapi juga untuk ekspor,” katanya kepada Bisnis, Jumat (12/5/2023).

Meski demikian, Andry menyoroti tantangan yang akan dihadapi pemerintah Indonesia dengan terimplementasinya aturan Inflation Reduction Act (IRA) Amerika Serikat (AS), yang mana melalui aturan ini, pemerintah AS memberikan insentif yang lebih besar jika mineral kritis berasal dari Amerika Utara, juga kepada negara yang telah bekerja sama dalam lingkup limited free trade agreement (FTA). 

Menurutnya, penting bagi Indonesia untuk bisa mendapatkan akses dan bekerja sama dalam kerangka FTA tersebut. 

“Saat ini kita sedang mengembangkan fasilitas produksi nikel yang bisa menghasilkan baterai mobil listrik berbasis nikel, tapi akan menjadi tantangan tersendiri, bahkan ancaman jika Indonesia tidak bisa mengamankan terkait limited FTA, maka bisa jadi pangsa Amerika Utara bisa hilang,” jelas Andry.

Selain itu, imbuhnya, yang perlu didorong oleh pemerintah juga adalah bagaimana menghadirkan produk yang bisa dijual di tataran pangsa ekspor atau di pasar global.

“Hal ini juga menjadi tantangan karena aspek di Indonesia yang belum cukup kuat, misalnya ESG, bagaimana kita bisa mendorong agar hilirisasi bukan semata-mata menghadirkan investor tanpa perhitungan yang cermat terkait risiko lingkungan yang dihasilkan dari kegiatan ini,” tuturnya.

Oleh karena itu, dia menilai bahwa pemerintah perlu menyiapkan kerangka atau regulasi agar peningkatan hilirisasi tidak hanya mengarah pada kuantitas yang besar, termasuk dari sisi investor yang dapat masuk ke Indonesia, tetapi juga perlu diperhatikan dari sisi kualitas.

Salah satunya, yaitu menghadirkan hilirisasi yang berkelanjutan sehingga produk yang diproduksi bisa diterima di pasar global, terutama pada industri yang saat ini dijadikan prioritas oleh pemerintah.

“Jangan sampai kita hanya menawarkan gimmick saja, kita perlu step up karena masalahnya saat ini bagaimana bisa menghadirkan hilirisasi yang berkualitas dan berkelanjutan, juga bagaimana menghadirkan investasi yang bisa menyerap tenaga kerja domestik,” jelas Andry. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper