Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ESDM Susun Turunan Perpres Tarif EBT, Ini Bocoran Harga Jual Listrik Panas Bumi

Aturan turunan Perpres Tarif EBT bakal mengatur perjanjian jual beli listrik panas bumi yang lebih adil bagi pengembang.
Pekerja melakukan pemeriksaan rutin jaringan instalasi pipa di wilayah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Salak yang berkapasitas 377 megawatt (MW) milik Star Energy Geothermal, di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (4/4/2018)./JIBI-Rachman
Pekerja melakukan pemeriksaan rutin jaringan instalasi pipa di wilayah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Salak yang berkapasitas 377 megawatt (MW) milik Star Energy Geothermal, di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (4/4/2018)./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyusun aturan turunan dari Perpres No.112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Aturan turunan itu bakal memberi akses perusahaan swasta atau independent power producer (IPP) panas bumi untuk merevisi harga jual listrik ke PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. Rencananya, regulasi turunan berbentuk peraturan Menteri ESDM atau Permen itu dapat diterbitkan sebelum September 2023.

Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Harris Yahya, berharap aturan turunan itu dapat memberi ruang kepada IPP panas bumi untuk bernegosiasi dengan PLN ihwal harga yang tepat pada suatu proyek pengembangan lapangan nantinya. 

“Revisi harganya misalnya mengatakan kurang menarik nih, nah kita coba evaluasi dan ditetapkan angkanya begitu bagusnya berapa, tapi mekanismenya tidak berubah, hanya nilainya,” kata Harris saat ditemui di Jakarta, Kamis (11/5/2023). 

Harris menggarisbawahi, harga patokan tertinggi atau celling tarif sudah diatur lebih dahulu lewat Perpres No.112/2022 yang disahkan pada September tahun lalu. Harga patokan itu bakal ditetapkan sebagai batas atas nantinya. Kendati demikian, lewat peraturan menteri yang tengah disusun ini, IPP panas bumi masih dapat menawar harga yang lebih tinggi dari patokan tersebut. 

“Negosiasi nanti dengan PLN, angkanya tidak boleh lebih dari angka di Perpres, kalau ada di luar harga patokan tertinggi harus ada persetujuan menteri,” tuturnya.

Prinsipnya, dia menggarisbawahi, aturan turunan itu bakal mengatur perjanjian jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA) panas bumi yang lebih adil bagi pengembang. Artinya, harga jual listrik panas bumi yang disepakati nantinya mesti dapat menjaga keekonomian proyek ke depan.

“Berapa harga yang terkontraknya itu didasarkan keekonomian dari proyek EBT-nya, jadi tidak harus seperti yang di angka tertinggi itu,” ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) menyebut bahwa polemik harga jual listrik yang ditawarkan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN masih menjadi kendala utama pengembangan panas bumi di Indonesia. 

Ketua Umum API Priyandaru Effendi mengatakan, harga jual listrik yang disanggupi PLN cenderung berada di bawah tingkat keekonomian proyek. Konsekuensinya, investor masih berhati-hati untuk ikut berpartisipasi pada pelelangan dua wilayah kerja panas bumi (WKP), di antaranya WKP Way Ratai dan Nage yang sudah ditawarkan pemerintah sejak akhir Desember 2022 lalu.  

“Minat investor untuk berinvestasi cukup besar, tetapi sejauh ini terhalang harga jual listrik yang belum memenuhi tingkat keekonomian proyek, serta kepastian pembelian listrik oleh PLN,” kata Priyandaru saat dihubungi, Minggu (8/1/2023). 

Di sisi lain, Priyandaru mengatakan, sebagian besar perusahaan panas bumi masih menunggu efektivitas Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik pada beberapa lelang yang tengah diinisiasi pemerintah tersebut. 

Kendati demikian, menurutnya, skema harga patokan tertinggi atau ceiling tariff yang diakomodasi di dalam Perpres itu dianggap masih belum mampu menggambarkan tingkat keekonomian proyek panas bumi saat ini. Dia meminta pemerintah dapat memberikan insentif tambahan untuk mengimbangi mahalnya biaya eksplorasi hingga pengembangan panas bumi di dalam negeri.  

“Perlu segera dipastikan insentifnya melalui peraturan menteri terkait untuk membantu keekonomian proyek bisa menjadi menarik,” ungkapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper