Bisnis.com, JAKARTA — Produsen sepatu Adidas, PT Panarub Industry yang berlokasi di Pasar Kemis Tangerang, Banten menampik tudingan Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) mengenai pemaksaan lembur.
Direktur Utama Panarub Budiarto Tjandra menuturkan pihaknya tidak memaksa pekerja untuk bekerja lembur, lantaran menurutnya pekerjaan di luar waktu hanya dilakukan dengan sukarela.
“Sifatnya sukarela kalau lembur,” kata Budiarto saat dihubungi Bisnis pada Rabu (10/5/2023).
Budiarto menuturkan, pihaknya memang sewaktu-waktu membutuhkan pekerja untuk bekerja lembur sesuai dengan kebutuhan permintaan, namun dalam pelaksanaannya Budi memastikan tak ada pemaksaan.
“Kalau lembur memang ada, terjadi bila ada kebutuhan, tapi kan sukarela,” tambah Budiarto.
Sebelumnya, GSBI melayangkan protes terhadap PT Panarub dan menyebutkan perusahaan alas kaki dengan orientasi ekspor tersebut telah melakukan praktik diskriminasi dengan melakukan pemutusan hubungan kerja dan pemangkasan upah secara sukarela.
Baca Juga
Sekretaris Jenderal Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Emelia Yanti Siahaan menuturkan imbas dari pemangkasan pekerja tersebut, akhirnya Panarub memaksa karyawan yang tersisa untuk bekerja lembur.
“Mereka yang tetap bekerja kelimpahan beban tambahan untuk mengisi tugas rekan-rekannya yang terkena PHK. Bahkan buruh di PT Panarub bekerja selama 11-12 jam per hari,” tutur Emelia dalam keterangan resminya dikutip pada Kamis (11/5/2023).
“Panarub sampai hari ini masih lembur, ada videonya. PHK jalan terus, tapi lembur juga jalan terus,” sambungnya.
“Karena PHK, kerjaan malah jadi keteteran. Orang gak ada, kerjaan banyak, malah jadi kayak kerja rodi. Satu orang bisa mengerjakan 2-3 proses di pabrik yang tadinya hanya mengerjakan satu proses,” jelasnya.
Selain dituding memaksa pekerja untuk lembur, Panarub juga sebelumnya bersamaan dengan tudingan ini, menerima tuduhan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pemangkasan upah secara sepihak.
Panarub pun telah menampik kabar tersebut dan menyebutkan baik pemangkasan karyawan maupun pemotongan upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam catatan Bisnis pada Kamis (20/4/2023), pelemahan permintaan ekspor telah membuat PT Tuntex Garment Indonesia, pabrik tekstil yang memproduksi merek Puma, terpaksa merumahkan 1.163 pekerjanya sebelum Ramadan tahun ini, lantaran tidak sanggup membayar upah.
Hal ini menambah panjang catatan pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serta dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menjelaskan penyebab tutupnya pabrik yang berorientasi ekspor ini lantaran banyaknya pemesanan yang dibatalkan.
Menurutnya, PT Tuntex Garment Indonesia berorientasi ekspor, namun pabrik tersebut berhenti beroperasi karena pesanan dibatalkan. "Tutup karena banyak order yang cancel,” kata Redma.