Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tak Hanya Batam, Bali Punya Potensi Ekspor Babi ke Singapura

Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia menyebut Bali sebagai salah satu sentra peternakan babi di Indonesia juga siap untuk mengekspor babinya ke luar negeri.
Peternakan babi/Istimewa
Peternakan babi/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Singapura menghentikan sementara impor babi hidup dari Pulau Bulan, Batam akibat ditemukannya virus demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) oleh Badan Pangan Singapura.

Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali I Ketut Hari Suyasa menilai pelarangan ekspor babi hidup tidak perlu dirisaukan lantaran ekspor karkas (babi potong) sudah diperbolehkan oleh Singapura. 

Di sisi lain, dia mengatakan, Bali sebagai salah satu sentra peternakan babi di Indonesia juga siap untuk mengekspor babinya ke luar negeri.

“Jadi tidak ada yang harus dirisaukan terkait dampak. Saya pikir itu baik-baik saja. Justru itu memberikan potensi yang baik bagi daerah-daerah lain yang produksinya berkualitas,” ujar Hari kepada Bisnis, Kamis (11/5/2023).

Sebab, menurut dia, ketika Pulau Bulan, Batam dilarang ekspor babi hidup akibat virus ASF, mereka perlu restocking lagi produksinya paling cepat 3 bulan. Dengan kondisi seperti ini, Bali yang populasi babinya mencapai 500.000 ekor siap mengirim hasil ternaknya ke Singapura.

“Makanya daerah-daerah seperti Bali berpeluang mengirimkan dagingnya ke Singapura sehingga menjadi bagian menjadi pemecah masalah terkait produksi dalam negeri ini,” tuturnya.

Menurut Hari, akibat virus ASF ini, harga babi di dalam negeri anjlok dari Rp45.000 per kilogram (kg), turun jadi Rp36.000-Rp38.000 per kg di tingkat peternak. Padahal, ongkos produksinya sendiri saat ini mencapai Rp40.000 per kg.

Lebih lanjut, dia berharap pemerintah pusat dan daerah dapat memfasilitasi agar babi asal Bali selain memasok ke Jakarta dan Pulau Kalimantan yang sudah rutin dilakukan, juga bisa diekspor ke Singapura.

“Kami berharap kepada gubernur Bali untuk berbicara dengan pemerintahan Riau atau Batam bisa dibantu nih,” ucap Hari.

Selain itu, Hari menilai dengan ditemukannya virus ASF di beberapa wilayah Indonesia, pemerintah lagi-lagi tidak belajar dari pengalaman wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) setahun lalu.

“Dengan menyebarnya ASF ini berarti ada kegagalan dari pemerintah pusat dan daerah untuk mengantisipasi wabah ini. Harusnya belajar loh, pertama kena Medan, Nusa Tenggara Timur, Bali, Kalimantan, kemudian ke Sulawesi. Kan tidak satu pulau. Kalau sampai Sulawesi tersentuh ada yang tidak beres, kalau Papua tersentuh lagi tambah kacau lagi,” ungkap Hari.

Dia menjelaskan, bahwa virus ASF ini di Indonesia belum memiliki vaksinnya. Jadi, apabila virus tersebut menyebar, ekonomi masyarakat bakal tepukul.

“Virus ini tidak ada obat dan vaksinnya. Nilainya amat besar jika kita kena. Di Bali harga babi Rp4 jutaan sampai Rp5 jutaan. Di luar Bali itu Rp7,5 jutaan. Apalagi di Papua itu Rp25 jutaan per ekor. Kalau kena betapa kerasnya penderitaan rakyat,” tutur Hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper