Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News Bisnisindonesia.id : Pemeringkatan MI dan Reksa Dana Hingga Pro-Kontra RUU Kesehatan

Pefindo akan menerbitkan produk pemeringkatan manajer investasi dan reksa dana. RUU Kesehatan dinilai berpotensi memecah belah organisasi profesi.
Ilustrasi/Canva
Ilustrasi/Canva

Bisnis.com, JAKARTA – Investor reksa dana pasar modal Indonesia bakal makin terlindungi seiring dengan akan terbitnya produk pemeringkatan untuk manajer investasi dan reksa dana oleh Pefindo dalam kerja sama dengan S&P Global Rating.

Sementara itu, Rancangan Undang-Undang Kesehatan menuai pro dan kontra di kalangan asosiasi profesi tenaga kesehatan. Meski sebagian menolak pembahasan regulasi itu, beberapa lainnya mendukung aturan tersebut.

Berita tentang pemeringkatan manajer investasi dan reksa dana serta pro-kontra RUU Kesehatan bersama berita lainnya disajikan secara analitik dan lebih mendalam di Bisnisindonesia.id.

Berikut lima berita pilihan dalam Top 5 News Bisnisindonesia.id edisi Rabu (10/5/2023)

1. MI dan Reksa Dana Bakal Diperingkat, Investor Kian Terlindungi

Masuknya lembaga pemeringkat global Standard & Poor’s dalam jajaran pemegang saham PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo bakal turut memuluskan agenda pasar modal Indonesia untuk mengembangkan sistem pemeringkatan bagi manajer investasi atau MI.

Standard & Poor’s Global Rating atau S&P telah resmi membeli 15 persen saham Pefindo atau sebanyak 17.647 saham baru dengan nilai nominal sebesar Rp17,64 miliar. Keduanya sejatinya sudah bekerja sama sejak 1996 dan kini memutuskan untuk mengikat kerja sama tersebut lebih erat.

Lembaga ternama tersebut memutuskan untuk bermitra dengan Pefindo yang sudah menguasai lebih dari 80 persen pangsa pasar pemeringkatan di Indonesia, ketimbang mendirikan perusahaannya sendiri.

S&P berharap dapat bekerja lebih dekat dengan Pefindo dan memanfaatkan wawasan pasar lokal mereka yang dalam untuk melayani pelanggan dan investor dengan lebih baik di pasar Indonesia dan Asia.

S&P kini menjadi pemegang saham terbesar ketiga Pefindo setelah PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Dana Pensiun Bank Indonesia (Dapen BI), yang masing-masing menggenggam 27,5 persen dan 20,24 persen saham Pefindo.

2. Lagi-Lagi Catatan Buruk Agen Asuransi

Bisnis penjamin kesehatan kembali dibayangi kasus pemalsuan polis oleh oknum agen PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG (Life).

Sebelumnya ramai kasus pemalsuan oleh agen Astra Life beberapa waktu lalu. Munculnya beberapa kasus tersebut seharusnya cukup menjadi perhatian serius dari berbagai kalangan, termasuk otoritas untuk mendorong pembenahan agen.

Dosen program MM Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM) Kapler Marpaung mengatakan pembenahan agen merupakan hal yang mendesak di industri asuransi meskipun terhitung terlambat.

“Masalah agen asuransi memang ini terlambat dibenahi baik oleh asosiasi, perusahaan maupun oleh regulator. Malah cenderung memberikan ruang istimewa kepada agen selama ini. Saya sebagai pengamat sudah sering mengingatkan bahwa pembenahan agen sangat mendesak, tetapi kelihatannya kurang direspons baik oleh stakehokder,” kata Kapler kepada Bisnis, akhir pekan lalu (4/5/2023). 

Kendati begitu, Kapler berharap dengan adanya kejadian pemalsuan polis oleh eks tenaga pemasar ini regulator, asosiasi agen, dan asosiasi perusahaan asuransi  bisa lebih serius dalam pembenahan agen. Menurutnya sudah sangat banyak masalah keagenan yang merugikan pemegang polis

Kasus pemalsuan polis atau pemalsuan dokumen asuransi, berdasarkan beleid Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 2014 tentang pemalsuan dokumen, adalah suatu perbuatan pidana. 

Di samping pasal 1365 dan 1366 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum yang nerugikan orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian karena kesalahannya untuk mengganti kerugian. 

Lalu siapa yang bertanggungjawab atas kasus pemalsuan polis oleh agen?.

3. Kinerja Moncer Pertamina NRE, Laba Kuartal I/2023 Lampaui Target

Top 5 News Bisnisindonesia.id : Pemeringkatan MI dan Reksa Dana Hingga Pro-Kontra RUU Kesehatan

Petugas mengecek instalasi di PLTP Kamojang, Garut, Jawa Barat, Rabu (8/9/2021). Pertamina menargetkan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada tahun 2030 di antaranya melalui pemanfaatan energi rendah karbon dan efisiensi energi sebagai komitmen perseroan terhadap implementasi Environmental, Social and Governance (ESG)./Antara-Indrianto Eko Suwarso

Pertamina New Renewable Energy (PNRE) mencatatkan kinerja keuangan cukup moncer pada 3 bulan pertama tahun ini. 

Selama kuartal I/2023, Pertamina NRE berhasil membukukan laba bersih US$31,3 juta atau 38 persen di atas target. 

Perolehan laba bersih tersebut ditopang oleh pendapatan dan juga EBITDA (penghasilan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) yang cukup memuaskan.

Selama 3 bulan pertama tahun ini, pendapatan Pertamina NRE mencapai US$103,5 juta atau 12 persen di atas target. Begitu juga dengan EBITDA mencapai US$78,3 juta atau 18 persen di atas target. 

Dari aspek operasional, produksi listrik Pertamina NRE mencapai 1.185.279 megawatt hour (MWh) atau 9 persen di atas target dengan nihil kecelakaan kerja. 

Pertamina NRE memiliki peran strategis dalam upaya pencapaian aspirasi Pertamina untuk mewujudkan nol emisi karbon (net zero emission/NZE) pada 2060, yaitu melalui pembangunan bisnis energi hijau dan bisnis baru.

Tidak hanya di sektor pembangkitan listrik, Pertamina NRE juga fokus pada energi hijau di sektor lain, seperti hidrogen hijau, perdagangan karbon, nature based solution (NBS), dan baterai.

Top 5 News Bisnisindonesia.id : Pemeringkatan MI dan Reksa Dana Hingga Pro-Kontra RUU Kesehatan

4. Bebas Darurat Covid-19 Tak Ungkit Industri Padat Karya

Badan Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi mengumumkan pencabutan status darurat Covid-19, Jumat (5/5/2023). Akan tetapi, industri padat karya di Indonesia dinilai belum akan banyak terdampak positif.

Industri padat karya dalam negeri yang banyak mengandalkan pasar ekspor belum bisa lega seiring pencabutan status darurat Covid-19 oleh WHO. Pasalnya, pasar ekspor masih terganggu akibat pelemahan daya beli, serta adanya pengaruh kebijakan di dalam negeri terhadap laju industri padat karya.

Banyak faktor pendorong pertumbuhan kinerja industri padat karya, tidak hanya sentimen dari pencabutan status darurat Covid-19 secara global.  

Selain dengan berangsur membaiknya kondisi perekonomian dan dicabutnya status kedaruratan pandemic, faktor pendorong pertumbuhan kinerja termasuk kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan industri. Kebijakan itu antara lain upaya meningkatkan daya beli masyarakat, penciptaan lapangan pekerjaan maupun menetapkan aturan upah yang sesuai.

Industri padat karya dalam negeri ini juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dari dunia internasional, seperti supply demand dari beragam negara dengan kondisi penanganan konflik yang sudah relatif jauh lebih baik 

5. Pro Kontra RUU Kesehatan, Asosiasi Profesi Saling Berlawan Sikap

Rancangan Undang-Undang Kesehatan menuai pro dan kontra di kalangan asosiasi profesi tenaga kesehatan. Meski sebagian menolak pembahasan regulasi itu, beberapa lainnya mendukung aturan tersebut. 

Penolakan terhadap RUU Kesehatan menyeruak ke publik setelah DPR RI menyetujui rancangan regulasi itu sebagai RUU inisiatif dari Dewan. Persetujuan tersebut berlangsung dalam Rapat Paripurna ke-16 Masa Persidangan III TS 2022-2023 di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (14/2/2023).

Sebulan setelahnya atau pada pekan kedua Maret, Parlemen mengirimkan draft RUU Kesehatan kepada pemerintah untuk dibahas bersama. Tengah pembahasan tersebut, asosiasi tenaga kesehatan menggelar aksi damai menolak RUU dimaksud.

Penolakan dilakukan oleh lima organisasi profesi kesehatan yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

IDI menilai sikap pemerintah terhadap pembahasan RUU Kesehatan tidak transparan. RUU ini juga berpotensi memecah belah organisasi profesi karena terdapat kata "jenis" dan "kelompok" yang merujuk pada pengaturan organisasi profesi.

RUU Kesehatan dikhawatirkan dapat menghapus peran organisasi profesi dalam hal pengawasan, pembinaan, penerbitan rekomendasi dan Surat Tanda Registrasi (STR).

Padahal, STR seluruh tenaga kesehatan harus diregistrasikan di konsil masing-masing yang akan dievaluasi setiap lima tahun sekali. 

RUU Kesehatan akan memberlakukan STR dalam jangka waktu seumur hidup, sehingga berpotensi mengurangi mutu tenaga kesehatan.

Top 5 News Bisnisindonesia.id : Pemeringkatan MI dan Reksa Dana Hingga Pro-Kontra RUU Kesehatan


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Saeno
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper