Bisnis.com, INCHEON – Negara-negara anggota menyampaikan rekomendasi untuk mereformasi Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB), termasuk peralihan ke praktik modern dan upaya peningkatan kapasitas investasi.
Korea Selatan menyampaikan ADB harus meninjau proses kerjanya dari nol, dan membuat perubahan yang diperlukan untuk beradaptasi dengan baik dengan perubahan ekonomi, iklim, serta pengetahuan dan teknologi dunia.
Menurut negara itu, reformasi, kata kunci dari tema tahun ini, penting tidak hanya bagi para anggota, tetapi juga bagi ADB sendiri.
“Saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk meminta ADB beralih dari praktik kerja tradisional di masa lalu dan mengadopsi pendekatan yang lebih fleksibel dan kreatif ke depannya,” ujar Gubernur ADB Korea Selatan Kyungho Choo dalam sesi Dewan Gubernur pada Pertemuan Tahunan Ke-56 ADB.
Di bawah pemerintahan baru, lanjutnya, Korea telah bekerja menjadi salah satu negara yang memimpin dukungan terhadap nilai-nilai universal, seperti Sustainable Development Goals, hak-hak asasi manusia, dan perdamaian.
Dalam konteks ini, Korea ingin mengekspansi pendampingan pembangunan ke posisi 10 besar dunia meskipun pemerintah sedang mengurangi belanja. Korea berkomitmen berbagi pengalaman dan pengetahuan pada bidang-bidang keahliannya, seperti transisi digital, transisi hijau, serta sektor kesehatan dan medis.
Baca Juga
Dalam kesempatan yang sama, Indonesia melihat tantangan pembangunan global saat ini dan masa depan membutuhkan bank yang lebih gesit dengan mempertajam dan memperkuat visi dan misi, model bisnis ,serta kemampuan finansial.
Oleh karena itu, diperlukan peningkatkan ruang pinjaman bank pembangunan multilateral tanpa membebani negara anggota.
Indonesia mendorong ADB untuk menindaklanjuti rekomendasi laporan kerangka kecukupan modal (CAF), yang dihasilkan pada pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 ke-3 di bawah Presidensi G20 Indonesia di Bali pada 15-16 Juli 2022, untuk meningkatkan kapasitas investasi bank pembangunan multilateral, dan menerapkan reformasi sesuai dengan karakteristik internal organisasi tanpa mengurangi peringkat AAA-nya.
“ADB harus mempertimbangkan ketersediaan optimal, dan pada saat yang sama, konsesionalitas, kecepatan, dan kebutuhan nyata klien, terutama selama tantangan pembangunan global saat ini dan jangka panjang,” kata Gubernur ADB Indonesia Sri Mulyani Indrawati.
ADB, lanjutnya, perlu melihat reformasi dalam perspektif yang lebih luas, termasuk strategi operasionalnya yang menekankan kemitraan yang lebih kuat antara ADB dan klien di luar hubungan peminjam-pemberi pinjaman, merancang program berdasarkan kemitraan, dan makin merespons dan mengatasi tantangan global.
ADB disarankan perlu berfokus pada dampak pembangunan dan makin terlibat di tingkat negara, kawasan, dan global.
“Saya berharap reformasi ini mengalami kemajuan pada tahun mendatang, dan saya yakin ADB dalam kemitraan dengan semua anggota, dapat melaksanakan reformasi ini secara efektif.”
Sementara itu, Amerika Serikat mengemukakan, dalam masa-masa sulit seperti pandemi, perang Rusia-Ukraina, dan dampak perubahan iklim yang makin buruk, lembaga keuangan internasional seperti ADB diandalkan untuk membantu negara-negara dengan saran kebijakan yang baik, bantuan teknis, dan pembiayaan pembangunan berkualitas tinggi.
Namun, lembaga-lembaga ini tidak dirancang untuk mengatasi tantangan global yang dihadapi, seperti perubahan iklim, pandemi, kerapuhan, dan konflik.
“Ada ruang –bahkan keharusan– bagi kita untuk mengembangkan bank pembangunan multilateral sedemikian rupa sehingga mereka siap untuk menjawab tantangan global dengan kecepatan dan skala yang memadai,” kata Gubernur Sementara ADB AS Margaret Kuhlow.
Menurutnya, mengembangkan bank pembangunan multilateral untuk menjawab tantangan itu dengan lebih baik sangat penting untuk mencapai pengentasan kemiskinan dan SDG’s.
"Keduanya saling terkait dan saling menguatkan –Anda tidak dapat memiliki salah satunya tanpa yang lain dan MDB harus melakukan keduanya.”
Gubernur Sementara ADB China Wang Dongwei mengatakan ADB harus melakukan tiga hal.
Pertama, menerapkan model operasi baru ADB dengan baik dan terus bertransformasi menjadi model bisnis baru, untuk lebih meningkatkan efisiensi dan kemampuan kelembagaan untuk melayani kliennya.
Kedua, terus meningkatkan kerangka kecukupan modal (CAF), secara aktif mengeksplorasi upaya, termasuk peningkatan modal untuk meningkatkan kapasitas pinjaman, secara efektif mengisi kesenjangan pembiayaan pembangunan, dan memainkan peran pendukung kontrasiklus untuk pertumbuhan ekonomi daerah.
Ketiga, meningkatkan sumber daya manusia dan anggaran untuk terus meningkatkan dukungan bagi anggota negara berkembang di bidang pengetahuan, keahlian teknis, dan pembangunan kapasitas, serta memberikan lebih banyak dukungan intelektual untuk pembangunan berkelanjutan di kawasan Asia Pasifik