Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia memangkas insentif pajak untuk membatasi investasi pada produk olahan bijih nikel kelas dua, seperti nickel pig iron (NPI).
Dilansir dari Reuters, Jumat (5/5/2023), Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa pemerintah tidak akan lagi memberikan pembebasan pajak untuk investasi NPI.
"Hilirisasi setidaknya harus mencapai 60 persen hingga 70 persen kandungan nikel di Indonesia dan tidak hanya untuk produk setengah jadi," kata Bahlil dalam sebuah wawancara dengan Reuters.
Pemerintah menargetkan investasi sekitar US$95 miliar tahun ini dan akan terus berfokus pada industri pengolahan sumber daya alam, seperti nikel. Namun, kekayaan cadangan nikel Indonesia diharapkan dapat diolah menjadi produk-produk bernilai lebih tinggi, seperti bahan baku untuk baterai kendaraan listrik.
Sejak melarang ekspor bijih nikel pada 2020, Indonesia telah melihat lonjakan investasi di pabrik peleburan, tetapi sebagian besar produk yang dihasilkan adalah feronikel atau nickel pig iron (NPI) yang digunakan untuk membuat baja tahan karat atau stainless steel. Produk tersebut biasanya hanya mengandung 30 persen hingga 40 persen nikel.
"Investasi NPI dapat mencapai titik impas dalam 4 sampai 5 tahun, mengapa kita memberikan tax holiday selama 10 tahun? Itu tidak adil," kata Bahlil.
Baca Juga
Dia menambahkan bahwa pemerintah akan mewajibkan smelter-smelter di masa depan untuk didukung oleh sumber-sumber energi terbarukan. Detail kebijakan ini masih dalam tahap penyelesaian.
Sementara itu, pasar nikel global menghadapi kelebihan pasokan besar-besaran tahun ini karena lonjakan produksi dari Indonesia. International Nickel Study Group (INSG) memperkirakan surplus mencapai 239.000 ton, yang merupakan surplus terbesar dalam setidaknya satu dekade terakhir.
Emiten pengolahan nikel, seperti PT Trimegah Bangun Persada Tbk. atau TBP (NCKL) dan PT Merdeka Battery Materials Tbk.(MBMA) menambah kapasitas.
Anak usaha TBP saat ini memiliki kapasitas gabungan smelter feronikel sebesar 305.000 ton per tahun dan berencana untuk menambah 12 lini produksi. Sementara itu, Merdeka saat ini memiliki kapasitas smelter 38.000 ton NPI dan smelter ketiga dengan kapasitas 50.000 ton yang diharapkan akan mulai beroperasi pada paruh kedua tahun ini.