Bisnis.com, INCHEON – Pendanaan pensiun dini atau ‘suntik mati’ PLTU Cirebon-1 di Jawa Barat oleh Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) bakal diputuskan Oktober tahun ini. Dana yang dibutuhkan mencapai Rp4,5 triliun.
Keputusan itu akan menjadi acuan apakah ‘suntik mati’ PLTU batu bara di Indonesia layak dibiayai oleh bank pembangunan multilateral tersebut.
Senior Communications Specialist Department of Communications ADB Neil Hickey mengatakan studi kelayakan (feasibility study) pembiayaan pensiun dini PLTU Cirebon-1 di Jawa Barat di bawah program Energy Transition Mechanism (ETM) masih berlangsung sejak nota kesepahaman (MoU) pendanaan pensiun dini pembangkit listrik berkapasitas 660 megawatt itu diteken saat KTT G20 Bali.
“Butuh waktu sekitar 12 bulan untuk studi kelayakan sampai proyek dinyatakan financial close atau tidak,” katanya kepada Bisnis di sela-sela Pertemuan Tahunan ke-56 ADB di Incheon, Korea Selatan.
Dia menjelaskan PLTU Cirebon-1 akan menjadi semacam kasus uji (test case) apakah PLTU batu bara lain di Indonesia dapat didanai oleh ADB di bawah skema ETM.
ETM merupakan pembiayaan campuran untuk mengakselerasi transisi dari energi fosil ke energi bersih oleh ADB bersama dengan pemerintah, investor swasta, filantropis, dan investor jangka panjang.
Baca Juga
ADB, lanjut Hickey, sedang berdiskusi dengan sejumlah pemilik pembangkit listrik batu bara di Indonesia dan Filipina. Namun, dia tidak dapat memerinci lebih lanjut karena perjanjian kerahasiaan.
Selain itu, ADB juga bekerja sama dengan sejumlah pemangku kepentingan, termasuk sovereign wealth fund Indonesia (INA) serta asosiasi industri, untuk menemukan potensi transaksi lain yang dapat mempercepat peralihan dari batu bara ke energi bersih.
Struktur akhir transaksi (financial close) akan menentukan kapan PLTU Cirebon-1 dihentikan, meskipun ini nantinya dapat dinegosiasikan.
Pembangkit listrik ini saat ini dikontrak untuk mendistribusikan listrik hingga 2042, saat pembangkit berusia 30 tahun.
Pembangkit listrik berbahan bakar batu bara memiliki umur teknis antara 40 hingga 50 tahun. Itu berarti ketika kontrak awal berakhir, biasanya PLTU akan dikontrak ulang untuk tambahan 10-20 tahun operasi.
Jika PLTU Cirebon-1 pensiun dini pada 2037, misalnya, maka itu akan mengurangi masa operasinya setidaknya 15 tahun dengan menggunakan masa operasi konservatif 40 tahun.
Struktur akhir transaksi juga akan menentukan ukuran pembiayaan, tetapi diperkirakan sekitar US$250 juta-US$300 juta atau sekitar Rp3 triliun-Rp4,5 triliun. Hickey mengatakan pembiayaan diharapkan berupa blended finance, termasuk modal konsesional dan modal dari ADB's Private Sector Operations.
Dana konsesi mencakup dana yang didukung donor untuk ADB’s ETM Partnership Trust Fund dan sebagian dari alokasi Indonesia yang berasal dari Climate Investment Fund’s Accelerating Coal Transition.
“Struktur transaksi belum final dan sejumlah lembaga keuangan dan filantropi telah menyatakan minatnya untuk berpartisipasi dalam transaksi tersebut," ucapnya.