Bisnis.com, JAKARTA - Ekspor Korea Selatan dilaporkan turun selama tujuh bulan berturut-turut pada bulan April 2023. Fenomena ini menjadi tren penurunan terpanjang dalam tiga tahun terakhir.
Penurunan ekspor Korea Selatan dipicu oleh penurunan penjualan berkelanjutan ke China, yang menjadi sinyal melemahnya permintaan global.
China diketahui sebagai pasar utama bagi barang-barang Korea Selatan, terutama dalam chip semikonduktor. Namun, penurunan ekonomi masih tetap terjadi walaupun ekonomi China sudah dibuka kembali.
Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, ekspor ekonomi terbesar keempat di Asia tersebut pada bulan April turun 14,2 persen (year-on-year/yoy) menjadi US$49,52 miliar atau setara dengan Rp726 triliun, lebih dalam dari penurunan 13,6 persen pada bulan Maret.
Penurunan tersebut adalah penurunan terburuk dalam tiga bulan. Hal ini semakin memperkuat tanda ekonomi domestik yang berjuang untuk bangkit dalam kondisi pertumbuhan global yang melambat.
Secara terperinci, ekspor ke China turun 26,5 persen, penurunan 11 bulan berturut-turut. Ekspor ke Amerika Serikat turun 2,2 persen, penurunan pertama dalam tiga bulan terakhir. Di sisi lain, pengiriman ke Uni Eropa naik 9,9 persen.
Baca Juga
Secara produk, ekspor semikonduktor turun tajam 41 persen. Hal ini memperpanjang penurunan selama sembilan bulan berturut-turut. Produk minyak bumi juga turun sebanyak 27,3 persen sedangkan ekspor mobil melonjak sebesar 40,3 persen.
Dalam pernyataan resminya, Kementerian Perdagangan mengatakan bahwa penurunan terjadi dikarenakan keterlambatan pemulihan ekonomi global dan kelemahan dalam industri semikonduktor. Selain itu, terjadi kondisi dimana hari kerja cenderung lebih sedikit dan efek dasar yang tinggi.
Kemudian, impor di bulan April turun 13,3 persen yang menjadi US$52,23 miliar atau setara dengan Rp765 triliun, menyusul penurunan 6,4 persen di bulan Maret. Penurunan tersebut lebih tinggi dibandingkan proyeksi ekonom yakni penurunan di 10,6 persen. Penurunan tersebut menjadi penurunan terbesar sejak agustus 2020.
Dengan data ekspor impor tersebut, Korsel membukukan defisit neraca perdagangan sebesar US$2,62 miliar pada bulan April atau setara dengan Rp38 triliun. Ini adalah bulan ke-14 berturut-turut Korsel yang mengandalkan ekspor mengalami defisit neraca perdagangan bulanan, meskipun jumlahnya merupakan yang terkecil sejak bulan Juni.