Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta agar tidak ada lagi pembatasan truk angkutan barang di masa-masa liburan, baik Lebaran maupun Natal dan Tahun Baru atau Nataru.
Para pengusaha menilai perlakuan pembatasan truk angkutan tersebut jelas sangat merugikan industri yang selama ini menjadi penopang bagi perekonomian nasional.
Direktur Eksekutif Apindo Danang Girindrawardana mengungkapkan para pengusaha akan mengkalkulasi kerugian yang diakibatkan adanya pembatasan truk angkutan barang pada masa lebaran tahun ini. Menurutnya, hal itu sudah pernah dibahas di kalangan dunia usaha sebelumnya.
“Saat itu semua sepakat untuk dilakukan suatu assesment berapa kerugian yang terjadi akibat adanya pembatasan tersebut, yang kemudian data-datanya nanti akan disampaikan kepada Kemenhub, Kementerian PUPR, dan Kepolisian,” ujarnya dalam keterangan, Jumat (28/4/2023).
Sementara itu, Koordinator Kebijakan Publik Apindo Lucia Karina menyampaikan saat ini sedang melakukan pembaharuan dari para industri terkait data kerugian yang dialami akibat adanya kebijakan pelarangan truk sumbu tiga di masa lebaran ini.
“Jadi, saat ini datanya-datanya lagi kami update dari para industri,” katanya.
Baca Juga
Sebelumnya, para eksportir sangat keberatan dengan adanya aturan pelarangan beroperasinya truk sumbu tiga pada saat momen Lebaran 2023 ini.
Sekretaris Jenderal DPP Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro aturan tersebut jelas sangat merugikan para eksportir Indonesia.
Dia menjelaskan produk-produk ekspor itu sangat tergantung dengan jadwal kapal dan juga surat kontrak atau L/C (Letter of Credit) yang sudah dibuat antara eksportir dan penerima barang di luar negeri.
"Oleh karena ini terkait dengan closing time dan lain sebagainya, kapal enggak akan ngitung ada Lebaran di Indonesia atau tidak untuk masuk ke pelabuhan. Jadi, kalau barang kita enggak ada di pelabuhan karena adanya aturan mudik tadi, ya otomatis barang kita ditinggal. Nah, itu kan jelas merugikan bagi kita para eksportir,” tuturnya.
Dia mencontohkan jika ekspor eksportir A nilainya US$200.000 per kontainer. 'Tiba-tiba karena Hari Raya ini enggak jalan dan L/C-nya juga mati dan buyer-nya enggak mau memperpanjang lagi karena barangnya sudah tidak dibutuhkan lagi dan harganya akan jauh merosot."
“Nah, apakah pemerintah memperhitungkan kerugian-kerugian seperti inilah yang akan dialami para eksportir dengan aturan yang dibuatnya itu,” tandasnya.
Apalagi menurutnya, kondisi pasar dunia lagi lesu saat ini. Pemerintah juga mengharapkan ekspor bisa digenjot karena kebutuhan devisa.
“Jadi, seharusnya pemangku kebijakan pada waktu mau membuat suatu keputusan atau aturan itu harus memperhitungkan betul dampaknya terhadap yang lain dan semua harus ditata betul,” paparnya.
Dia menegaskan kerugian terhadap para eksportir karena adanya pelarangan terhadap truk sumbu tiga saat lebaran ini jelas akan berdampak terhadap perekonomian nasional.
"Itu pasti akan berdampak terhadap perekonomian kita juga. Karenanya, kami meminta agar perlakuan pembatasan terhadap truk angkutan barang ini diberlakukan lagi pada masa-masa liburan seperti Lebaran dan Nataru,” ungkapnya,
Supply Chain Indonesia (SCI) juga menilai pembatasan angkutan barang tidak perlu diberlakukan, baik pada saat momen Lebaran dan Nataru. Senior Consultant Supply Chain Indonesia Sugi Purnoto memberikan saran alternatif agar kebijakan tersebut tidak berisiko mengganggu kegiatan industri.
"Salah satu saran SCI adalah memperbolehkan kendaraan angkutan barang melintas pada jalan arteri atau non tol agar tidak mengganggu lalu lintas pemudik di jalan tol," katanya.
Menurutnya, opsi ini dapat dipertimbangkan mengingat mayoritas pemudik kini sudah menggunakan jalan tol Trans Jawa. Lebih lanjut, Kemenhub dan Korlantas Polri juga dapat memberlakukan jam operasional kendaraan angkutan barang.
SCI merekomendasikan untuk memberlakukan jam operasional khusus angkutan barang pada malam hari, seperti mulai jam 20.00 hingga 05.00.
Pakar transportasi senior yang juga Dosen Institut Transportasi & Logistik Trisakti, Suripno, mengatakan pelarangan truk sumbu tiga pada saat momen lebaran dan Nataru itu tidak ada dalam undang-undang. Menurutnya, pelarangan itu baru bisa dilakukan jika truk sumbu tiga itu memang benar-benar telah melanggar persyaratan teknis layak jalan.
“Truk sumbu tiga itu bukan pelanggaran hukum, jadi tidak bisa dilarang beroperasi saat momen Lebaran dan Nataru. Kecuali truk itu memang dilarang karena telah melanggar persyaratan teknis layak jalan. Kalau itu di undang-undangnya juga ada. Tapi, kalau truk sumbu tiga itu dilarang beroperasi hanya karena masalah libur Lebaran dan Nataru, itu nggak bisa,” tandasnya.
Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menilai seharusnya pemerintah membuat kebijakan berbasis data terkait pelarangan tersebut.
"Jadi pemerintah nggak asal ngarang kebijakan tapi mereka punya data, sehingga angkutan lebaran lancar dan kepentingan industri terakomodir," katanya.
Menurutnya, kebijakan yang berbasis data tersebut dilakukan dengan menghitung daya tampung, permintaan, kebutuhan hingga waktu distribusi barang, apalagi makanan dan minuman yang bersifat esensial.
“Dasar keputusan yang akurat dapat membuat kebijakan antisipatif yang dapat mengakomodir seluruh masyarakat,” katanya.