Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebut sebanyak 1.515 perusahaan dilaporkan terkait tunjangan hari raya (THR) Keagamaan 2023.
Sekretaris Jenderal Kemenaker Anwar Sanusi menyampaikan, per Kamis (27/4/2023) sudah ada 2.353 laporan untuk 1.515 perusahaan. Dari 2.353 laporan yang masuk, 358 aduan telah ditindaklanjuti.
“Hingga 27 April, jumlah laporan yang masuk 2.353 untuk 1.515 perusahaan, yang sudah ditindaklanjuti adalah 358 aduan,” kata Anwar kepada Bisnis.com, Jumat (28/4/2023).
Sebagian besar laporan yang masuk ke Posko THR mengeluhkan THR tidak dibayarkan. Jika diperinci, tercatat sebanyak 1.190 laporan THR tidak dibayarkan, 772 aduan THR tidak sesuai ketentuan, dan 391 aduan THR terlambat dibayar.
THR keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh. Adapun, THR diberikan kepada pekerja/buruh yang telah memiliki masa kerja 1 bulan secara terus-menerus atau lebih, dan memiliki hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan PKWTT dan PKWT.
Pekerja yang ingin melakukan pengaduan dan berkonsultasi seputar THR 2023 dapat menyampaikannya melalui beberapa alternatif yaitu, melalui website https://poskothr.kemnaker.go.id, call center di 1500-630, dan Whatsapp di 08119521150 atau 08119521151.
Baca Juga
Pemerintah juga menyediakan posko tatap muka di PTSA Kemnaker Gedung B Lantai 1 di Jl. Jend. Gatot Subroto Kav.51, DKI Jakarta pukul 08.00-14.00 WIB.
Perlu diketahui, perusahaan yang terlambat, mencicil, ataupun tak membayar THR keagamaan kepada pekerja akan dijatuhkan sanksi.
Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No.6/2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, pengusaha yang terlambat membayar THR keagamaan kepada pekerja/buruh dikenai denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayar.
Denda tersebut akan dikelola dan digunakan untuk kesejahteraan pekerja, yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama.
Sementara itu, pengusaha yang tidak membayar THR keagamaan kepada pekerja/buruh akan dikenai sanksi administratif. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.36/2021 tentang Pengupahan, sanksi administratif ini berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, dan pembekuan kegiatan usaha.
“Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap,” bunyi beleid itu, dikutip Jumat (28/4/2023).