Bisnis.com, JAKARTA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) membeberkan penalti yang didapat dari keterlambatan onstream Train 3 LNG Tangguh di Teluk Bintuni, Papua Barat mencapai US$400 juta atau setara dengan Rp5,9 triliun (asumsi kurs Rp14.773 per US$) hingga awal tahun ini.
Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi mengatakan posisi penalti itu sudah berhasil ditekan SKK Migas lewat renegosiasi kembali dengan pembeli gas Train 3 LNG Tangguh selepas penjadwalan komersial yang molor dari operator lapangan.
Sebenarnya, kata Kurnia, proyeksi penalti atas keterlambatan onstream Train 3 LNG Tangguh itu dapat mencapai US$700 juta atau setara dengan Rp10,34 triliun. Lewat sejumlah diskusi dan renegosiasi, SKK Migas berhasil menghemat pembayaran penalti hingga US$300 juta setara dengan Rp4,43 triliun belakangan.
“Berbagai upaya dilakukan untuk merenegosiasi kembali penjadwalannya sehingga ini bisa dihemat US$300 juta,” kata Kurnia saat konferensi pers di Jakarta, Senin (17/4/2023).
Kurnia mengatakan lembagannya terus berupaya untuk melakukan renegosiasi sejumlah pembelian gas yang sudah terkontrak pada proyek Train 3 LNG Tangguh tersebut.
Dia berharap renegosiasi itu dapat menjaga keekonomian serta pengembalian investasi yang menarik bagi operator pada salah satu proyek strategis nasional (PSN) tersebut.
Baca Juga
“Kita tidak menerima keterlambatan dari US$700 juta itu tapi kita terus melakukan negosiasi dengan buyersnya,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan proyek pembangunan Train 3 LNG Tangguh di Teluk Bintuni, Papua Barat dapat mulai beroperasi komersial atau onstream pada November 2023.
Sementara itu, pengaliran gas perdana atau first gas dari proyek Train 3 LNG Tangguh diharapkan dapat dilangsungkan pada Juli 2023 mendatang.
“First gas-nya saya kira sekitar Juni atau Juli, nanti baru komersialnya November 2023,” kata Tutuka saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (4/4/2023).
Adapun, target baru operasi komersial proyek yang menjadi prioritas pemerintah itu kembali molor dari tenggat triwulan pertama tahun ini. Sebelumnya, target itu sempat beberapa kali mundur akibat pandemi sepanjang 2 tahun lalu.
Fasilitas Train 3 nantinya bakal memproduksi sekitar 60 standar kargo LNG tambahan dari produksi saat ini dari dua train lainnya di level 120 standar kargo LNG. Sementara itu, 75 persen produksi dari Train 3 sudah dikontrak oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
“Sisanya ada ekspor, kan sudah ada list pembelinya ya. Sebetulnya yang sulitnya itu, begitu Train-3 jatuh, ketika itu kontraknya bagaimana untuk menghindari penalti itu ada jadwalnya,” tuturnya.
Proyek LNG Tangguh adalah proyek produksi dan penjualan LNG yang telah direalisasikan dalam bentuk joint venture antara bp sebagai operator, pemerintah Indonesia, kontraktor, dan, khususnya masyarakat lokal Papua Barat.
Proyek ini menghasilkan LNG dari ladang gas Wiriagar, Berau, dan Muturi, di Teluk Bintuni, Papua Barat dengan luas 5.966,9 kilometer persegi. Produksi gas bumi rata-rata Lapangan Tangguh tahun 2021 sebesar 1.312 MMscfd, dan status per 14 Juni 2022 sebesar 1.162 MMscfd.
Produksi LNG dimulai pada Juni 2009, dan kargo LNG pertama dikirim pada Juli 2009. Proyek LNG Tangguh menghasilkan 7,6 juta ton LNG setiap tahunnya melalui Train 1 dan 2.