Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Alarm Industri Sawit! Produksi dan Ekspor Turun, Konsumsi Naik

Gapki mencatat produksi dan ekspor sawit yang turun, tetapi konsumsi justru naik. Hal ini menjadi alarm bagi industri sawit.
Lahan Sawit. /PTPN V
Lahan Sawit. /PTPN V

Bisnis.com, JAKARTA - Produksi minyak kelapa sawit pada Februari 2023 sebesar 3.883.000 ton masih lebih rendah dibandingkan dengan Januari 2023 sebesar 3.892.000 ton. Namun angka tersebut tidak sebesar penurunan Januari terhadap Desember 2022 yaitu 4.300.000 ton. Di sisi lain, terjadi peningkatan konsumsi dalam negeri seiring dengan mandatori B35.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menuturkan, produksi minyak inti sawit (palm kernel oil/PKO) juga sedikit turun dari 370.000 ton pada Januari 2023 manjadi 369.000  ton pada Februari 2023. Kendati demikian, tren penurunan tersebut diprediksi kembali meningkat.

“Merujuk pada tren produksi sawit di tahun-tahun sebelumnya, hal ini mengindikasikan bahwa penurunan produksi yang sudah berlangsung sejak September 2022 diperkirakan akan segera berakhir,” ujar Eddy, Jumat (15/4/2023).

Eddy mengatakan, tren penurunan produks sawit tersebut juga diiringi dengan kebutuhan konsumsi dalam negeri terus yang melonjak. Pada 2017 konsumsi minyak sawit mencapai 11 juta ton, 2018 menjadi 13,4 juta ton, tahun 2019 naik jadi 16,7 juta ton, tahun 2020 menjadi 17,3 juta ton, tahun 2021 menjadi 18,4 juta ton, dan pada 2022 naik lagi jadi 20,9 juta ton.

"Saya meyakini di tahun 2023 akan terjadi kenaikan konsumsi lagi karena ada mandatori B35. Dan ini bisa menaikkan [tambahan konsumsi] sampai 3 juta [kilo liter]," katanya.

Menurut Eddy, total konsumsi dalam negeri pada Februari 2023 sebesar 1.803.000 ton, lebih tinggi dibanding Januari 2023 sebesar 1.786.000 ton. Meskipun dalam jumlah yang tidak signifikan, kenaikan ini terutama untuk konsumsi industri pangan, industri oleokimia maupun industri biodiesel.

Eddy mengatakan, saat ini beberapa wilayah di Indonesia sudah mulai memasuki musim kemarau. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), di Indonesia berpeluang terjadinya el Nino kecil yang semakin mengecil sampai memasuki akhir musim kemarau 2023.

Kondisi tersebut diprediksi tidak akan begitu berpengaruh terhadap produktivitas tanaman kelapa sawit, sehingga diharapkan produksi sawit dalam negeri akan terus meningkat sepanjang tahun 2023.

“Meskipun demikian, Indonesia harus siaga akan dampak musim kemarau terhadap adanya potensi kebakaran hutan dan lahan. Oleh sebab itu, anggota Gapki diminta untuk mempersiapkan sarana, prasarana dan sumber daya untuk menghadapi musim kemarau, termasuk berkolaborasi dengan komunitas masyarakat peduli api,” jelas Eddy.

Untuk itu, menurutnya perlu dilakukan percepatan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Dia mengkhawatirkan, tren ini akan membuat ekspor sawit Indonesia turun yang membuat kinerja devisa industri sawit ikut merosot.

"Poinnya adalah perlu kita percepatan PSR. Kenapa, jangan sampai ke depan justru yang akan dikorbankan devisa, artinya ekspor dikurangi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri," ucap dia.

Lebih lanjut, Eddy menuturkan bahwa tidak hanya produksi, total volume ekspor pun mengalami penurunan dari 2.946.000 ton pada Januari 2023 menjadi 2.912.000 ton pada Februari 2023.

“Namun, nilai ekspor mengalami kenaikan dari US$2.605 juta pada Januari lalu menjadi US$2.687 juta pada Februari 2023 ini,” ujarnya.

Meskipun demikian, nilai ekspor mengalami kenaikan dari US$2.605 juta pada Januari lalu menjadi US$2.687 juta pada Februari 2023 ini. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan ekspor pada olahan minyak sawit dari 2.121.000 ton pada Januari menjadi 2.254.000 ton pada Februari (harga produk olahan lebih tinggi dari harga bahan baku CPO).

Berdasarkan tujuan ekspornya, kenaikan terbesar terjadi untuk tujuan China yaitu bertambah 287.000 ton atau naik 55 persen, Bangladesh naik lebih dari 115.000 ton atau 289 persen dan Mesir naik lebih dari 81.000 ton atau naik 142 persen.

Sementara itu, kenaikan ekspor juga terjadi untuk tujuan Uni Eropa (selain Spanyol dan Italia), Filipina, Myanmar dan Vietnam meskipun dalam jumlah yang lebih kecil. Sedangkan penurunan ekspor yang besar terjadi untuk tujuan India (-301.000 ton/-41 persen) dan Pakistan (-87.000 ton/-45 persen). Penurunan juga terjadi untuk tujuan USA, Malaysia, dan Singapura dengan jumlah yang lebih kecil.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Indra Gunawan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper