Bisnis.com, JAKARTA — Inpex Corporation, lewat anak usahanya Inpex Masela Ltd, telah resmi menyampaikan revisi rencana pengembangan lapangan atau plan of development (PoD) untuk penambahan fasilitas penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) di proyek LNG Abadi Blok Masela kepada pemerintah.
Penyampaian revisi rencana pengembangan lapangan itu dilakukan seiring dengan rencana PT Pertamina (Persero) bersama dengan Petroliam Nasional Berhad atau Petronas untuk melakukan penawaran mengikat atau binding offer atas 35 persen hak partisipasi yang ingin dilepas Shell Upstream Overseas Ltd di proyek LNG Abadi Blok Masela bulan ini.
Pada pertengahan 2019 lalu, operator Blok Masela, Inpex Masela Ltd, meminta waktu untuk merevisi kembali PoD awal lapangan gas yang belakangan masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) kepada pemerintah.
Inpex saat itu beralasan ingin memasukkan fasilitas CCS ke dalam pengembangan lapangan untuk meningkatkan daya saing blok migas tersebut di tengah transisi energi yang sedang bergulir.
Empat tahun berselang pada Maret 2023, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyambut inisiatif Inpex itu lewat penerbitan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Migas.
“Oleh karena itu, proyek ini diharapkan menjadi proyek CCS pertama yang dapat dijalankan dengan skema bisnis bagi hasil cost recovery dengan pemerintah,” tulis Tim Komunikasi Inpex Corporation lewat keterangan resmi dikutip Jumat (7/4/2023).
Baca Juga
Inpex berharap dapat melanjutkan sejumlah kegiatan front-end engineering design (FEED) sembari menanti persetujuan revisi PoD tersebut. Setelahnya, Inpex berencana menyelesaikan persiapan pemasaran dan pembiayaan untuk melanjutkan rencana proyek untuk sampai pada keputusan akhir investasi atau final investment decision (FID) pada paruh kedua 2020-an.
“Proyek LNG Abadi Masela ditargetkan dapat mencapai FID di akhir paruh kedua tahun 2020-an dan berproduksi secara komersial di awal 2030-an,” tulis Inpex.
Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) berkomitmen untuk menyelesaikan kajian usulan pemasangan fasilitas CCS proyek LNG Abadi Blok Masela pada paruh pertama tahun ini.
“Sekarang masih ada isu bagaimana agar CCS ini yang memang diusulkan Inpex menjadi bagian dari petroleum operation, masih dalam proses dan tentu perizinannya masih dalam review,” kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto.
Dwi meyakini pemasangan fasilitas CCS itu bakal ikut menarik minat investasi dan pengembangan yang lebih masif pada lapangan itu mendatang.
Dia beralasan monetisasi Blok Masela akan menjadi lebih menarik seiring dengan tren penguatan harga LNG di pasar dunia saat ini. Apalagi, tren pasar LNG makin ramai seiring dengan komitmen pada transisi energi beberapa tahun terakhir.
“Kalau bisa masuk [fasilitas CCS] sebagai bagian dari petroleum operation, maka Inpex akan go,” tuturnya.
Adapun, puncak produksi gas yang dihasilkan dari Lapangan Abadi Blok Masela diperkirakan mencapai 9,5 juta ton per tahun (MTPA) dan 150 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd). Proyek yang diperkirakan menelan biaya investasi hingga US$19,8 miliar tersebut ditargetkan dapat memulai produksinya pada kuartal II/2027.
Sejatinya, pengembangan proyek Masela tidak lagi tersendat karena Inpex sudah mengantongi pembeli untuk produksi gas tersebut, yaitu PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN). Apalagi, progres pengembangan Lapangan Abadi pada 2021 tercatat sudah mencapai 65 persen.
Di sisi lain, revisi PoD dengan komitmen energi hijau itu juga memiliki posisi strategis untuk meningkatkan nilai tawar rencana divestasi hak partisipasi milik Shell sebesar 35 persen di Blok Masela.
Portofolio Blok Abadi Masela menjadi aset pengelolaan gas terbesar kedua dari Inpex setelah Ichthys LNG Project di Australia. Proyek Blok Abadi Masela itu bakal menutupi lebih dari 10 persen kebutuhan impor LNG tahunan Jepang nantinya. Di sisi lain, proyek itu juga diharapkan dapat menjaga ketahanan pasokan energi di Indonesia, Jepang dan beberapa negara Asia lainnya.