Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan Ekonomi Sudah Capai 5 Persen, Bappenas: Masih Kurang!

Kementerian PPN/Bappenas menilai menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia terakhir pada 2022 yang telah mencapai 5,31 persen masih kurang.
Suasana deretan gedung bertingkat di Jakarta, Minggu (6/3/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Suasana deretan gedung bertingkat di Jakarta, Minggu (6/3/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia terakhir pada 2022 yang telah mencapai 5,31 persen masih kurang untuk mengerek keluar dari middle income trap

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyampaikan bahwa untuk mengeluarkan Indonesia dari jebakan kelas menengah atau middle income trap jika pertumbuhan ekonomi hanya di kisaran 5 persen. 

“Pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen tentu tidak cukup untuk mendorong Indonesia graduasi dari middle income trap,” paparnya di depan Komisi XI saat Raker, Rabu (5/4/2023). 

Bila melihat data secara historis, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 2010-2022 hanya sebesar 4,71 persen. Sementara untuk periode 2015-2022 di kisaran 4,01 persen. 

Sementara untuk mengeluarkan Indonesia yang sudah terjebak dalam middle income country dalam 30 tahun terakhir, ekonomi harus tumbuh setidaknya 6 hingga 7 persen setiap tahunnya. 

Bahkan saat ini, dari puluhan provinsi di Indonesia, hanya DKI Jakarta (US$20.103) dan Kalimantan Timur (US$16.083) yang menjadi provinsi dengan kategori berpendapatan tinggi atau high income

Berdasarkan klasifikasi Bank Dunia, negara low income memiliki gross national income (GNI)  per kapita US$1.035, lower middle income US$1.036–US$4.045, upper middle income US$4.046–US$12.535 dan high income di atas US$12.535. 

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan produk dometsik bruto (PDB) atau GNI per kapita Indonesia 2022 mencapai Rp71 juta atau US$4.783.

Suharso memaparkan GNI dihitung berdasarkan gross domestic product (GDP) atau produk domestic bruto (PDB) yang ditambah dengan hasil remitansi dan dikurangi oleh pendapatan per kapita orang asing di dalam negeri. 

“Karena remitansi kami lebih kecil daripada pendapatannya orang asing sehingga GNI kami cenderung lebih kecil dari pendapatan,” jelasnya. 

Diberitakan sebelumnya, Ekonom Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad heri Firdaus melihat agar kontribusi ekonomi bertahan terhadap PDB, sektor industri perlu tumbuh dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi.  

“Saya pernah melakukan penelitian, kalau kita mau keluar dari middle income trap dalam waktu 8-10 tahun, pertumbuhan sektor manufaktur harus dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi nasional selama 5 tahun berturut turut, itu tantangannya,” jelasnya beberapa waktu lalu.  

BPS mencatat tingkat penyerapan tenaga kerja di industri pengolahan menjadi ketiga tertinggi sebesar 14,17 persen dari total penduduk bekerja (153,50 juta orang) atau sekitar 19 juta orang.   

“Jadi solusinya pertumbuhan industri harus lebih besar di atas pertumbuhan ekonomi nasional, kalau bisa dua kali lipat, banyak faktor yang harus dilakukan supaya industri manufaktur kita tumbuhnya besar,” kata Heri.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper