Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Di Ambang Kebangkrutan, Credit Suisse Sebut Media Sosial Jadi Penyebabnya

Chairman Credit Suisse Axel Lehmann menilai arus penarikan besar-besaran tersebut didorong oleh ketakutan yang cepat tersebar melalui media sosial.
Gedung kantor Credit Suisse Group AG pada malam hari di Bern, Swiss./Bloomberg.
Gedung kantor Credit Suisse Group AG pada malam hari di Bern, Swiss./Bloomberg.

Bisnis.com, JAKARTA - Credit Suisse saat ini tengah menunggu proses penjualan darurat perusahaan usai kehilangan himpunan dana senilai 84 miliar franc atau setara Rp1.386 triliun dalam kurun waktu yang teramat singkat.Chairman Credit Suisse Axel Lehmann menilai arus penarikan besar-besaran tersebut didorong oleh ketakutan yang cepat tersebar melalui media sosial.

"Media sosial dan digitalisasi mengipasi api ketakutan ini. Hal ini menghantam kami pada saat yang paling rentan di pertengahan Maret." jelasnya pada agenda rapat umum tahunan yang digelar Credit Suisse pada Selasa, (4/4/2023) waktu setempat.

Sebagaimana diketahui, Credit Suisse dinyatakan bangkrut usai sejumlah bank di Amerika Serikat (AS) mulai dari Silvergate, Silicon Valley Bank, hingga Signature Bank mengalami kebangkrutan.

Bahkan, Menteri Keuangan Swiss Karin Keller-Sutter dan Marlene Amstad selaku kepala pengawas keuangan Swiss Finma menuturkan bahwa Credit Suisse mengalami kegagalan bank yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Pasalnya, bank run atau penarikan uang oleh nasabah secara besar-besaran di Credit Suisse rupanya telah terjadi sejak Oktober 2022 lalu. Pada saat itu, bank kehilangan 84 miliar franc Swiss uang nasabah dalam kurun waktu beberapa minggu. 

Usai manajemen gagal membujuk nasabah untuk mengembalikan uang mereka, bank tak dapat berkelit bahwa likuiditas yang dimilikinya menipis tajam. Alhasil, saat gelombang kepanikan kembali melanda pada Maret 2023 lalu, mereka tidak memiliki banyak pilihan yang bisa digunakan untuk meyakinkan para deposan untuk tetap mempertahankan danaya.

Tentu saja, sisi negatifnya adalah jika bank dipaksa untuk menyimpan lebih banyak uang tunai, hal ini akan membatasi profitabilitas mereka, yang dapat memperlambat penumpukan penyangga modal dan menyebabkan lebih banyak kekhawatiran tentang posisi keuangan mereka. 

Sementara itu, satu-satunya aset likuid berkualitas tinggi yang dimiliki Credit Suisse pada saat itu hanyalah obligasi pemerintah yang bahkan nilainya tengah mengalami penurunan sejak tahun lalu usai digerus tren suku bunga tinggi di Eropa.

Hal tersebut akhirnya memaksa bank yang telah berusia 167 tahun ini  untuk melakukan pengambilalihan darurat pada akhir pekan lalu,meskipun pihak berwenang Swiss sempat mengatakan bahwa mereka telah memenuhi semua persyaratan modal dan likuiditas. 

Namun demikian, manajemen Credit Suisse optimis bahwa proses pengambilalihan perusahannya akan berjalan lancar untuk menghambat segala risiko pemburukan kondisi ekonomi yang dapat terjadi.

"Pekan depan akan ditentukan, saya percaya pada perubahan haluan ini akan berjalan sukses," pungkas Lehman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper