Bisnis.com, JAKARTA — Johnson & Johnson (J&J) mengajukan proses kebangkrutan untuk kedua kalinya kepada anak usahanya yang tengah mendapatkan puluhan ribu tuntutan.
Sebagaimana diketahui, J&J digugat puluhan ribu konsumen karena produk bedak bayi milik perusahaan disebut menyebabkan kanker.
Sementara itu, dalam perkembangan di pengadilan J&J telah setuju untuk membayar US$8,9 miliar atau setara dengan Rp133 triliun terkait tuntutan hukum terhadap produk bedak bayi miliknya.
Sebelumnya, anak perusahaan J&J, LTL Management, mengajukan perlindungan kebangkrutan Selasa malam untuk kedua kalinya. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk melakukan rencana reorganisasi yang diusulkan kepada hakim paling cepat 14 Mei.
J&J kemudian menegaskan kembali pada hari Selasa, bahwa produknya aman dan tidak menyebabkan kanker. Pengacara perusahaan juga mengklaim bahwa gugatan kurang ilmiah dan menuduh pengacara penggugat mengiklankan klien dengan harapan mendapatkan uang dalam jumlah besar.
Untuk keadaan saat ini, perusahaan masih berada dalam risiko gugatan, mengingat penggugat lain dapat menentang perusahaan dan mengajukan banding kembali.
Baca Juga
Lalu, Jason Itkin selaku pengacara yang mewakili ribuan penggugat, mengeluarkan rilis pada Selasa malam bahwa kesepakatan yang dilakukan adalah palsu, dan bahkan tidak membayar tagihan medis banyak korban.
Sebelumnya, investigasi Reuters pada Desember 2018 mengungkapkan bahwa J&J mengetahui selama beberapa dekade tentang tes yang menunjukkan bedaknya terkadang mengandung asbes karsinogenik, namun merahasiakan informasi tersebut dari regulator dan publik.
Pihak J&J mengatakan bahwa bedak bayi dan produk bedak lainnya aman, di mana tidak menyebabkan kanker dan tidak mengandung asbes.
Kemudian pada tahun 2020, perusahaan mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan penjualan bedak bayi di Amerika Serikat dan Kanada karena kesalahan informasi mengenai produk tersebut.
Lalu pada 2023, perusahaan mengumumkan untuk menghentikan produk tersebut di seluruh dunia.