Bisnis.com, JAKARTA – Aktivitas manufaktur Asia melambat pada bulan Maret 2023 karena melemahnya permintaan luar negeri sehingga mengurangi produksi.
Survei menunjukkan bahwa prospek global yang memburuk akan tetap menjadi penghambat pemulihan kawasan Asiadan membuat para pembuat kebijakan tetap waspada.
Dilansir dari Reuters pada Senin (3/4/2023), sebagai negara yang bergantung pada ekspor, aktivitas manufaktur Jepang dan Korea Selatan terkontraksi pada bulan Maret.
Sementara itu, pertumbuhan di China terhenti, sekaligus menandakan tantangan yang dihadapi Asia di tengah upaya menjaga inflasi dan menghilangkan hambatan dari momentum ekonomi global yang mengendur.
"Dengan pertumbuhan global yang akan tetap lemah di kuartal mendatang, kami memperkirakan output manufaktur di Asia akan tetap berada di bawah tekanan," kata Shivaan Tandon, seorang ekonom Asia di Capital Economics.
Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur global caixin China berada di 50,0 pada bulan Maret, lebih rendah dari bulan sebelumnya 51,6 dan jauh lebih rendah dari perkiraan pasar, yaitu 51,7.
Baca Juga
“Pondasi pemulihan ekonomi masih belum kokoh. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi masih akan bertumpu pada dorongan permintaan domestik, khususnya perbaikan konsumsi rumah tangga,” kata Wang Zhe, Ekonom Senior Caixin Insight Group.
Adapun PMI Korea Selatan turun menjadi 47,6 di bulan Maret dari 48,5 di bulan Februari, berkontraksi pada laju tercepat dalam enam bulan karena pesanan ekspor turun akibat lemahnya permintaan global.
Sementara itu, PMI Jepang naik ke level 49,2 pada bulan Maret dari 47,7 Februari tetapi tetap di bawah ambang batas 50 yang menandakan masih berada di level kontraksi.