Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China Tawarkan Diri jadi Jangkar Perdamaian

Pemerintah China meyakini Beijing dapat menjadi jangkar bagi perdamaian dan stabilitas dunia, serta akan terus melakukan reformasi dan membuka diri.
Ilustrasi bendera nasional China/Bloomberg
Ilustrasi bendera nasional China/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah China terus memperkuat pengaruh internasionalnya dengan menempatkan diri sebagai jangkar perdamaian.

Perdana Menteri China Li Qiang mengungkapkan Asia harus menghindari kekacauan dan konflik agar masa depan negaranya tidak terancam. Li menjelaskan bahwa China dapat menjadi jangkar bagi perdamaian dan stabilitas dunia, serta akan terus melakukan reformasi dan membuka diri untuk bersama-sama maju.

"Di dunia yang tidak menentu ini, kepastian yang ditawarkan China adalah jangkar bagi perdamaian dan pembangunan dunia. Hal ini telah terjadi di masa lalu dan akan tetap terjadi di masa depan" kata Li pada Forum Boao tahunan untuk Asia di Pulau Hainan sebagaimana dilansir dari Aljazeera pada (30/3/2023).

Forum ini turut di hadiri puluhan pemimpin bisnis, termasuk Kepala Eksekutif Apple Tim Cook, Kepala Eksekutif HSBC Noel Quinn, dan pendiri Blackstone Stephen Schwarzman. Acara ini diselenggarakan di tengah persaingan sengit dengan Amerika Serikat (AS) dan juga tugas untuk menghidupkan kembali ekonomi terbesar kedua di dunia. 

Para pemimpin politik yang hadir dalam acara ini termasuk Perdana Menteri (PM) Spanyol Pedro Sánchez, yang akan menjadi presiden Uni Eropa pada bulan Juli 2023 mendatang, dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim.

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva juga berbicara tentang perlunya kerja sama dan solidaritas untuk mengatasi masalah-masalah seperti fragmentasi perdagangan dan menemukan solusi untuk menghidupkan kembali perdagangan internasional dengan cara yang adil dan mendiversifikasi rantai pasokan.

Meskipun data ekonomi lemah dalam dua bulan pertama 2023, Li mengatakan China berada di jalur pemulihan setelah berakhirnya strategi zero covid.

"China akan terus mencari kemajuan dengan tetap menjaga stabilitas, mengkonsolidasikan dan memperluas momentum pemulihan ekonomi dan mendorong peningkatan kinerja ekonomi Beijing secara keseluruhan," kata Li.

Ekonomi China tumbuh hanya 3 persen pada 2022, kinerja terlemah dalam beberapa dekade dengan mengecualikan periode 2020, ketika pandemi Covid-19 menjungkirbalikkan bisnis, pariwisata, dan perdagangan.

Li juga mengatakan China akan tetap berkomitmen untuk melakukan reformasi dan membuka diri terlepas dari situasi global yang berkembang.

Adapun, China menentang proteksionisme perdagangan dan decoupling, sebuah upaya terselubung oleh AS untuk membatasi perkembangan China di area-area kunci seperti teknologi melalui penggunaan sanksi-sanksi dan tindakan-tindakan lainnya.

Terlepas dari upaya Li untuk meyakinkan para investor, ekonomi China menghadapi berbagai tantangan, termasuk melambatnya pertumbuhan global, tingkat kelahiran yang rendah, krisis real estat, dan tekanan yang semakin besar dari AS dan sekutunya.

Analis utama perdagangan global di Economist Intelligence Unit Nick Marro menilai rintangan-rintangan tersebut akan menjadi tantangan untuk memulihkan kepercayaan investor asing terhadap China.

"Jelas pimpinan tertinggi benar-benar ingin meyakinkan dunia bahwa China telah kembali, dan Beijing terbuka. Namun, Li Qiang menghadapi perjuangan berat dengan pesan tersebut, mengingat lemahnya indikator ekonomi baru-baru ini, menurunnya optimisme investor asing,"tuturnya.

Menurutnya, kekhawatiran seputar arah kebijakan domestik China di masa depan dan meningkatnya kekhawatiran geopolitik terkait hubungan China dengan Rusia, atau rancangannya atas Taiwan. Retorika tidak sesuai dengan kenyataan, setidaknya belum dan hal ini akan membuat banyak orang cemas.

"Fokus pada stabilitas memang meyakinkan, setelah beberapa tahun mengalami gangguan, tetapi saya pikir banyak investor yang mencari lebih dari itu. Mereka mencari pertumbuhan dan peluang, tidak lebih dari status quo yang sama dengan kehati-hatian." lanjutnya, 

Adapun, laba industri China turun 22,9 persen dari tahun ke tahun untuk Januari-Februari,  sementara laba perusahaan-perusahaan asing turun 35,7 persen.

Keuntungan perusahaan-perusahaan swasta dan perusahaan-perusahaan milik negara masing-masing turun 19,9 persen dan 17,5 persen pada periode yang sama.

Perusahaan-perusahaan investasi mengatakan China terkendala di dalam negeri oleh sektor properti dan ekspor yang lemah, sementara konsumsi pulih lebih lambat dari yang diharapkan setelah bertahun-tahun mengalami ketidakpastian terkait pandemi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper