Bisnis.com, JAKARTA – Supply chain menjadi sektor yang krusial bagi Indonesia dan dunia dalam beberapa tahun belakangan ini. Hal itu tercermin ketika Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dalam banyak kesempatan mengatakan bahwa supply chain adalah salah satu sektor prioritas yang dapat mendukung pemulihan ekonomi global.
Kemudian, supply chain yang kuat juga memegang peranan penting dalam mewujudkan “Making Indonesia 4.0” yang bertujuan untuk meningkatkan nilai kompetitif industri Indonesia.
Maka tidak heran bila potensi pertumbuhan pasar supply chain di Indonesia begitu menjanjikan, di mana pasar supply chain Indonesia diperkirakan akan mencapai US$ 94 miliar pada tahun 2025.
Digitalisasi supply chain merupakan salah satu cara guna memaksimalkan potensi yang tersedia. Solusi Connected Planning dari Anaplan patut dipertimbangan perusahaan agar proses digitalisasi supply chain berjalan mulus, efektif, dan menuai hasil sesuai harapan.
Melakukan digitalisasi menjadi pilihan karena dapat meningkatkan ketahanan operasional dan meminimalkan masalah dengan mengutamakan lebih banyak elemen proses serta mengurangi ketergantungan mereka pada sistem fisik.
Hingga sejauh ini, digitalisasi supply chain sudah banyak diimplementasikan oleh perusahaan. Sayangnya, tidak semua perusahaan mencapai hasil yang diinginkan melalui digitalisasi.
Hal itu dikarenakan perusahaan masih memakai sistem supply chain tradisional. Akibatnya, perusahaan belum mampu bergerak secara cepat dan adaptif dalam merespons hambatan internal-eksternal. Selain itu, perusahaan juga belum menghubungkan perencanaan supply chain-nya dengan departemen lain, seperti departemen keuangan dan sumber daya manusia.
Padahal, menghubungkan supply chain dengan departemen lain merupakan hal yang penting selama proses perencanaan. Hal tersebut dapat melancarkan kemampuan prediktif mereka dalam merespons berbagai variabel yang bermunculan di dunia nyata.
Pada titik ini, digitalisasi supply chain melalui Connected Planning dari Anaplan perlu diberi perhatian khusus. Pasalnya, dengan kondisi tidak terkoneksinya supply chain dengan departemen lain dapat menimbulkan asumsi keliru yang berujung pada keputusan salah yang mahal.
Selain dapat menghindari terciptanya keputusan yang keliru, connected planning juga membantu perusahaan untuk melihat berbagai skenario kebutuhan biaya, risiko yang mungkin dihadapi, proyeksi ROI (Return on Investment), dan keperluan perekrutan.
Contohnya, layanan Anaplan ini telah dimanfaatkan oleh salah satu produsen baja terkemuka di regional ASEAN. Berkat Connected Planning dalam supply chain, perusahaan meningkatkan alokasi modal kerja dan meningkatkan kepuasan pelanggan, sekaligus menjaga biaya agar tetap kompetitif.
Perusahaan tercatat mampu mencatatkan lonjakan pengiriman tepat waktu dari 70 persen menjadi 90 persen, dan terjadi penurunan 13 persen dalam inventaris penjualan hariannya. Selain itu, perusahaan mampu melakukan penghematan biaya selling, general, and administrative expenses (SG&A) secara tahunan hingga di bawah US$500.000 dan menghemat 50 persen waktu perencanaannya.
Apa yang dialami oleh perusahaan di atas membuktikan bahwa connected planning dapat membantu bisnis untuk lebih produktif, efektif, efisien, dan mencapai objektif bisnis dengan tepat. Ditambah, selain dapat meningkatkan produktivitas dan efektivitas, connected planning juga memberikan perusahaan satu pandangan terkait kondisi dan keadaan bisnisnya yang merupakan kunci beradaptasi ditengah ketidakpastian ekonomi dan geopolitik.
“Sudah waktunya menjadikan teknologi teman dekat dalam pertumbuhan perusahaan. Melalui connected planning, pengambil keputusan dapat lebih mudah untuk membuat keputusan yang lebih baik dalam investasi, alokasi modal, dan perekrutan guna menuai keuntungan bagi perusahaan,” tutup Magdalena Hendrata, Regional Vice President, Indonesia dan Thailand, Anaplan.