Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UBS Akuisisi Credit Suisse Rp49 Triliun, Simak Alasan & Dampaknya

Aksi UBS mengakuisisi Credit Suisse menandakan penyelamatan kali pertama sebuah bank global sejak krisis keuangan 2008.
Axel Lehmann, Chairman Credit Suisse Group (kiri) dan Colm Kelleher, Chairman UBS Group (kanan) di Bern, Swiss, Minggu (19/3/2023)/Bloomberg.
Axel Lehmann, Chairman Credit Suisse Group (kiri) dan Colm Kelleher, Chairman UBS Group (kanan) di Bern, Swiss, Minggu (19/3/2023)/Bloomberg.

Bisnis.com, JAKARTA – UBS Group AG setuju untuk mengakuisisi Credit Suisse AG senilai US$3,2 miliar atau setara Rp49,2 triliun. Aksi ini menandakan kesepakatan bersejarah yang ikut ditangani pemerintah Swiss untuk mengatasi krisis kepercayaan publik terhadap pasar keuangan global.

UBS sepakat membayar 3 miliar franc untuk mencaplok kompetitornya, Credit Suisse dalam kesepakatan yang mencakup semua saham serta jaminan pemerintah dan ketentuan likuiditas. Harga per saham Credit Suisse yang diakuisisi UBS mencerminkan penurunan 99 persen dari level puncak harga saham Credit Suisse pada tahun 2007.

Adapun Bank Nasional Swiss menawarkan bantuan likuiditas 100 miliar franc kepada UBS sementara pemerintah memberikan jaminan 9 miliar franc untuk potensi kerugian dari aset yang diambil alih UBS.

Regulator Keuangan Swiss, Finma menegaskan sekitar 16 miliar franc obligasi Credit Suisse, yang dikenal sebagai AT1 akan menjadi tidak berharga, untuk memastikan investor swasta membantu menanggung biayanya.

Dilansir dari Reuters pada Senin (20/3/2023), transaksi akuisisi Credit Suisse oleh UBS juga menandakan penyelamatan kali pertama sebuah bank global sejak krisis keuangan 2008. Aksi ini juga memberikan pengaruh yang sangat besar bagi UBS, lantaran menyingkirkan saingan utamanya.

Kesepakatan ini akan mengubah lanskap perbankan di Swiss, di mana cabang-cabang Credit Suisse dan UBS tersebar di mana-mana, bahkan terkadang hanya berjarak beberapa meter.

Kedua pemberi pinjaman ini telah menjadi pilar keuangan global selama beberapa dekade. Kedua bank ini yang paling relevan secara sistemik dalam keuangan global, memiliki aset gabungan hingga 140 persen dari produk domestik bruto (PDB) Swiss. 

Setelah krisis keuangan 2008, para politisi berjanji untuk tidak akan pernah menalangi bank lagi. Penyelamatan Credit Suisse, yang dilakukan dengan uang publik, menunjukkan kerentanan bank-bank yang terus berlanjut dan bagaimana masalah mereka dapat dengan cepat pulih kembali di negara asalnya.

Namun, hal ini juga menghilangkan pesaing di Wall Street, dengan UBS yang berencana untuk mengurangi sebagian besar bank investasi Credit Suisse.

Analis ekuitas di Morningstar Johann Scholtz mengatakan hal tersebut merupakan kesepakatan yang sangat fantastis untuk UBS, yang mencakup Bank-bank Eropa, Amsterdam.

"Dalam lingkungan saat ini, akuisisi ini sedikit lebih rumit karena ada banyak ketidakpastian secara umum di pasar." tuturrnya.

Seperti diketahui, runtuhnya Credit Suisse telah menjadi pukulan bagi reputasi Swiss di bidang perbankan dan menimbulkan gelombang kejut di seluruh keuangan global.

Menteri Keuangan (Menkeu) Karin Keller-Sutter membela penyelamatan ini, dengan mengatakan bahwa hal ini baik untuk para pemegang rekening Credit Suisse, termasuk dirinya. Dia mengatakan memiliki rekening di UBS. 

"Solusi ini memiliki risiko, kekacauan ekonomi yang tidak dapat diperbaiki." katanya.

Adapun, Chairman UBS Colm Kelleher mengatakan bahwa setelah akuisisi, perusahaan akan mengurangi risiko-risiko, seperti investment banking, agar sesuai dengan budaya konservatif UBS. "UBS yang baru akan tetap kokoh," tutur Colm.

Sebaliknya, Chairman Credit Suisse Axel Lehmann justru ragu karena banknya terbukti tidak mampu bangkit dari serangkaian skandal dan kerugian. Akhir tahun lalu, spekulasi bahwa bank ini akan bangkrut membuat para nasabahnya menarik dana puluhan miliar dolar. 

Tak hanya itu, para karyawan di kantor pusat di Zurich bersiap-siap menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran, dengan 10.000 posisi yang berpotensi terancam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Farid Firdaus
Sumber : Reuters/Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper