Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apindo Khawatir RUU Kesehatan Turunkan Mutu Layanan dan Naikkan Iuran BPJS

Asosiasi Pengusaha Indonesia khawatir ketentuan dalam RUU Kesehatan dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan.
Peserta mengantre di salah satu kantor cabang BPJS Kesehatan di Jakarta, Selasa (14/6/2022). Bisnis/Suselo Jati
Peserta mengantre di salah satu kantor cabang BPJS Kesehatan di Jakarta, Selasa (14/6/2022). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengkritisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan atau Omnibus Law Kesehatan yang tengah digodok pemerintah dan DPR RI.

Ada beberapa poin dalam RUU tersebut yang dinilai akan menurunkan kualitas pelayanan BPJS Kesehatan dan membuat iuran berpotensi meningkat. 

Komite Regulasi Ketenagakerjaan Apindo Mira Sonia menyoroti Pasal 424 RUU Kesehatan yang mengatur bahwa BPJS Kesehatan diwajibkan menerima kerja sama yang diajukan fasilitas kesehatan yang telah memenuhi perizininan sesuai UU yang berlaku.

“Ini kami melihatnya bertentangan dengan prinsip sukarela kerja sama BPJS dengan faskes di Pasal 23 UU SJN [UU Nomor 40/2004] yang akan membatasi BPJS untuk melakukan seleksi atas faskes. Kami melihatnya nanti, bisa saja faskes tidak memberikan layanan dengan kualitas yang baik karena terjebak dengan mungkin nanti birokrasi yang lebih rumit,” ujar Sonia dalam acara ‘Public Hearing Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Mengenai BPJS dan Tata Kelola JKN’ yang disiarkan melalui Youtube Kemenkes, Selasa (14/3/2023).

Sonia juga menilai dalam RUU tersebut memungkinkan ke depannya biaya penyelenggaraan BPJS Kesehatan meningkat sehingga berujung pada kenaikan iuran peserta, bahkan akan membebani pekerja dan pemberi kerja.

“Kenapa? Disini BPJS yang kami lihat promotif, kuratif, dan rehabilitatif ini dapat melakukan penugasan-penugasan lain dari kementerian yang membidani kesehatan. Sementara dalam pasal 13 UU BPJS pengaturan tersebut tidak ada,” ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Bidang Regulasi Ketenagakerjaan Apindo Myra M. Hanartani menilai RUU Kesehatan tidak perlu lagi membahas isi yang sudah ada dalam UU Nomor 40/2004 dan UU Nomor 24/2011. Pasalnya, menurut dia, hal tersebut akan menjadi tumpang tindih dan membingungkan.

“Ini sudah banyak diatur dalam UU 40, hanya penegasan-penegasan. Kenapa kalau sudah diatur dalam UU 40 harus diatur lagi yang nampaknya ambigu. Dikatakan ini badan hukum publik dia tidak berubah tapi laporannya ke presiden melalui menteri kesehatan. Jadi bentuknya gimana ini lembaga. Ini harus memerlukan kajian yang luar biasa,” kata Myra.

Dia juga menyoroti terkait kelembagaan dalam RUU tersebut yang justru tumpang tindih.

“Jadi hendaknya diperhatikan soal kelembagaan, ini ngurusin kesehatan tapi ketika masuk BPJS merembet juga ke badan hukum BPJS Ketenagakerjaan. Ini jadinya tumpang tindih agak karuan-karuan,” ucap Myra.

Dia berharap, apabila ada yang perlu diperbaiki terkait pelayanan kesehatan dalam BPJS, agar hal tersebut direvisi cukup di tingkat peraturan pemerintah (PP) atau peraturan presidennya (Perpres).

“Jadi kami berharap UU BPJS ini tidak perlulah dibahas di dalam UU Kesehatan. Karena sudah ada undang-undangnya. Karena waktu yang pendek ini, jadi menyenggol-nyenggol yang lain juga di dalam UU 40 dan UU 24. Akhirnya mengacaukan semuanya,” tegas Myra.

Adapun, draf RUU Kesehatan telah diserahkan DPR ke pemerintah untuk dibahas bersama. Secara resmi proses partisipasi publik dimulai untuk menghimpun masukan dan aspirasi masyarakat.

Berdasarkan keterangan tertulis Kemenkes, Senin (13/3/2023), Presiden Jokowi telah menunjuk Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebagai koordinator wakil pemerintah untuk membahas RUU ini bersama DPR. Menteri lain yang ditunjuk, antara lain Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Menteri pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

"Partisipasi publik yang luas sangat diperlukan mengingat RUU ini akan memicu reformasi di sektor kesehatan kita sehingga layanan kesehatan dapat diakses masyarakat dengan lebih mudah, murah, dan akurat. RUU ini diharapkan akan mengubah kebijakan kesehatan kita untuk fokus mencegah masyarakat jatuh sakit daripada mengobati," tutur Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper