Bisnis.com, JAKARTA - Ekspor dan impor China terus menurun dalam dua bulan pertama tahun 2023, menciptakan kekhawatiran akan prospek ekonomi setelah perlahan pulih dan keluar dari pembatasan Covid-19.
Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (7/3/2023), data bea cukai China mencatat ekspor turun 6,8 persen pada Januari-Februari dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun, data ini lebih baik dari minus 9,9 persen pada Desember 2022 dan masih di atas proyeksi ekonom yang memperkirakan penurunan 9 persen.
Sementara itu, impor menyusut 10,2 persen dalam dua bulan pertama 2023 dari tahun sebelumnya, jauh lebih tinggi dari penurunan 7,5 persen pada Desember dan perkiraan ekonom sebesar 5,5 persen.
Adapun surplus perdagangan selama dua bulan tahun ini mencapai US$117 miliar.
Para ekonom mengatakan penurunan tajam dalam impor sebagian besar merupakan dampak dari melemahnya harga-harga komoditi dan penguatan dolar AS, bukan tanda dari pelemahan permintaan domestik.
Baca Juga
Data perdagangan untuk dua bulan pertama 2023 biasanya digabungkan untuk menghindari distorsi dari liburan Tahun Baru Imlek.
"Angka perdagangan China untuk dua bulan pertama 2023 beragam sementara tren umum tetap lemah," kata kepala ekonom Guotai Junan International Holdings Zhou Hao.
Adapun, impor minyak nabati, batu bara, dan logam tanah jarang di China melonjak paling tinggi berdasarkan volume di antara impor secara keseluruhan dua bulan pertama 2023, sedangkan impor suku cadang semikonduktor dan produk baja mengalami penurunan terbesar.
Impor minyak mentah turun menjadi 1,3 persen, sedangkan gas merosot ke level 9,4 persen dalam setahun.
Permintaan global untuk barang-barang China mulai turun pada akhir 2022 karena melonjaknya inflasi di seluruh dunia dan suku bunga yang lebih tinggi berdampak pada belanja konsumen.
Seperti diketahui, ekspor merupakan pilar utama pertumbuhan ekonomi China selama dua tahun terakhir dan membantu mengimbangi penurunan belanja domestik karena pembatasan Covid-19 dan anjloknya kepercayaan konsumen.