Bisnis.com, PANGKALPINANG - PT Timah Tbk. (TINS) menargetkan produksi bijih timah naik sekitar 33-35 persen pada tahun ini.
Direktur Operasi dan Produksi Timah Purwoko mengatakan, perseroan merencanakan produksi mencapai sekitar 26.000 ton dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2023.
"Tahun lalu produksi sekitar 20.000. RKAB tahun ini naik 33-35 persen ke 26.000-an," ujar Purwoko saat berbincang dengan awak media, Senin (27/2/2023) malam.
Dia menuturkan, sejumlah tantangan masih akan dihadapi perseroan dalam mengoptimalkan capaian produksi. Salah satunya terkait praktik jual beli bijih oleh mitra penambang TINS ke tempat lain karena adanya disparitas harga.
"PT Timah nggak kenal jual beli bijih karena kami nambang, yang ada kerja sama jasa penambangan atau kerja sama dengan IUP. Praktiknya ada jual beli. Selama ada disparitas harga orang akan cari harga mana yang paling tinggi," jelas Purwoko.
Menurutnya, selama ekosistem usaha yang tidak ideal itu terus berlanjut, sulit bagi perseroan untuk mengejar target produksi secara maksimal.
Baca Juga
Sementara itu, dari sisi harga, TINS memperkirakan harga jual rerata logam timah berada di kisaran US$25.000-US$30.000 per metrik ton.
Sebelumnya, lonjakan harga timah pada 2022 turut mengerek laba perseroan. TINS mencatatkan pertumbuhan laba bersih hingga 87 persen menjadi Rp1,14 triliun hingga kuartal III/2022, dibandingkan dengan kuartal III/2021 sebesar Rp612 miliar.
Harga jual rerata logam timah perseroan pada kuartal III/2022 sebesar US$35.026 per metrik ton, naik 16 persen dibandingkan periode 9 bulan 2021 sebesar US$30.158 per metrik ton.
Sementara itu, berdasarkan data TINS per kuartal III/2022, produksi bijih timah didominasi dari penambangan laut, yakni mencapai 9.498 ton atau 65 persen dari realisasi produksi 14.502 ton. Sisanya, 35 persen atau 5.004 ton berasal dari penambangan darat.