Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi Hampir 2 Digit, Bangladesh Terancam 'Pincang' Imbas Rusia Ukraina Betah Perang

Perang ukraina menyebabkan kenaikan harga pokok dan inflasi di Bangladesh, bahkan sejumlah Bank menolak penerbitan letter of credit akibat kekurangan dolar.
Pekerja garmen protes menuntut kenaikan upah di Dhaka, Bangladesh, (9/1/2018)/Reuters-Salahuddin Ahmed
Pekerja garmen protes menuntut kenaikan upah di Dhaka, Bangladesh, (9/1/2018)/Reuters-Salahuddin Ahmed

Bisnis.com, JAKARTA - Naiknya harga bahan bakar minyak dan komoditas lain akibat perang di Ukraina telah menyebabkan inflasi hampir dua digit di Bangladesh. 

Gangguan dalam impor setelah adanya perang ini menyebabkan harga pokok di Bangladesh naik. Padahal, Bangladesh sangat bergantung pada pasar Rusia dan Ukraina untuk sebagian besar impor gandum dan biji minyak tahunannya.

Pedagang rempah-rempah Mohammed Enayet Ullah juga mengeluhkan bagaimana dirinya terus mengalami kendala dalam membuka letter of credit guna membayar impor, seperti jintan, kapulaga, dan cengkeh, bumbu yang paling penting digunakan dalam masakan Bangladesh. Penolakan itu didasari karena bank kekurangan dolar.

Adapun, alasan para importir perlu membuka letter of credit dengan salah satu dari 61 bank negara itu untuk membeli barang dan jasa asing. Ini pada dasarnya adalah kontrak keuangan yang dikeluarkan oleh bank importir yang menjamin pembayaran kepada penjual dalam dolar. Jika pembeli tidak membayar, bank harus menanggung kewajibannya.

Melansir dari Al Jazeera, saat ini Bangladesh kekurangan pasokan dolar akibat posisi cadangan devisa yang rendah serta adanya penurunan nilai mata uang yang tajam.

Tepatnya, dalam enam bulan terakhir, cadangan devisa Bangladesh turun di bawah US$32 miliar atau setara dengan Rp488,4 triliun dari US$39 miliar atau setara dengan Rp595,3 triliun. Sementara nilai mata uang Bangladesh, taka turun 27 persen dari 84 ke dolar menjadi 107.

Maka untuk melindungi cadangan yang menurun, pemerintah telah menghentikan semua impor yang tidak penting dan mengurangi pasokan dolar ke bank-bank komersial.

Sehingga, tak heran jika bank terpaksa menolak aplikasi letter of credit baru tetapi juga membuat pembayaran yang dijanjikan kepada pemasok asing untuk impor sebelumnya menjadi tidak pasti.

Media lokal melaporkan bahwa setidaknya 20 bank bersaldo negatif dalam kepemilikan mata uang asing tidak dapat melakukan pembayaran ini.

Menurut Bank Bangladesh, bank sentral, jumlah letter of credit telah mengalami kemerosotan sebesar 14 persen tahun-ke-tahun pada periode Juli hingga Desember, dan pembayaran utang tersebut turun 9 persen, menunjukkan gagal bayar.

Presiden Asosiasi Pedagang Rempah Bangladesh, Ullah mengatakan biasanya perusahaan bisa mengimpor setengah dari US$2 juta tahunan rempah-rempah penting menjelang Ramadhan, di mana konsumsi lokal setidaknya tiga kali lipat di negara Asia Selatan.

Namun, kini justru sebaliknya, dengan hampir satu bulan tersisa sampai awal Ramadhan, dia khawatir kegagalan mendapatkan pasokan baru akan merusak neraca keuangannya.

“Kami kehilangan bisnis besar. Setidaknya 56 produk konsumen termasuk minyak goreng impor, gula dan lentil telah meningkat dari 15 persen menjadi 60 persen pada 2022 lalu,” ujarnya yang juga merupakan pemilik usaha rempah-rempah Hedayet & Brothers.

Bisnis besar juga belum mampu melindungi diri dari krisis dolar. Pada bulan Januari, beberapa kapal yang membawa barang-barang seperti gula dan minyak goreng untuk importir Meghna Group of Industries (MGI), konglomerat Bangladesh dengan pendapatan US$1,2 miliar, terjebak di pelabuhan Chattagram selama berminggu-minggu karena penjamin Bank Agrani tidak dapat melakukan pembayaran ke pemasok asing karena kekurangan dolar.

Manajer Umum MGI Monowar Ali mengatakan, pihaknya telah membayar jumlah penuh ke bank untuk produk tersebut dalam mata uang lokal.

Kami harus membayar demurrage alias batas waktu pemakaian peti kemas di dalam pelabuhan (container yard) harian sebesar US$78.000 sementara kapal tertahan di pelabuhan karena kegagalan bank untuk melunasi pembayaran,” katanya dilansir dari Al Jazeera, Sabtu (25/2/2023).

Tidak hanya itu, produsen listrik swasta Bangladesh, yang menyediakan lebih dari setengah listrik negara itu, juga kekurangan US$1 miliar atau setara dengan Rp15,2 triliun dalam untuk membayar impor bahan bakar minyak guna menghindari krisis energi di musim panas.

Alhasil, para ahli mengatakan dengan adanya penundaan pembayaran dolar ke mitra asing telah menyebabkan krisis citra pada Bangladesh. Kegagalan untuk memenuhi tenggat waktu pembayaran, yang biasanya 180 hari, akan menempatkan Bangladesh dalam risiko penurunan peringkat kredit.

Moody's, salah satu dari tiga lembaga pemeringkat global, baru-baru ini menurunkan plafon mata uang lokal dan mata uang asing Bangladesh masing-masing menjadi Ba1 dan Ba3 dari Baa3 dan Ba2. Itu juga menempatkan penerbit jangka panjang negara itu dan peringkat Ba3 senior tanpa jaminan untuk ditinjau untuk penurunan peringkat.

Peringkat Ba menunjukkan risiko kredit yang besar.

"Posisi eksternal Bangladesh yang melemah meningkatkan kerentanan eksternal dan risiko likuiditas pemerintah dengan cara yang mungkin tidak konsisten dengan peringkatnya saat ini," kata Moody's.

Di sisi lain, Mantan Presiden Asosiasi Bankir Bangladesh, Syed Mahbubur Rahman mengatakan jika peringkat negara tersebut akhirnya turun, maka biaya impor bank akan naik secara signifikan karena mereka harus membayar komisi kepada pihak ketiga untuk mendapatkan surat konfirmasi kredit.

 “Kalau situasinya tidak membaik, pasti bisa terjadi di sini,” ujarnya mengingatkan.

Bank Bangladesh, bank sentral negara itu, mengatakan pembayaran impor yang meningkat telah menghabiskan cadangan devisa negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Arlina Laras
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper