Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Risalah The Fed: Mayoritas Pejabat Setuju Kenaikan Suku Bunga 25 Bps

Hasil risalah The Fed menunjukkan mayoritas pejabat bank sentral AS itu setuju kenaikan suku bunga 25 Bps.
Logo Federal Reserve Marriner S. Eccles di Washington, D.C., AS, Selasa (23/8/2022). Bloomberg/Graeme Sloan
Logo Federal Reserve Marriner S. Eccles di Washington, D.C., AS, Selasa (23/8/2022). Bloomberg/Graeme Sloan

Bisnis.com, JAKARTA - Hasil risalah Federal Reserve (The Fed) akhirnya resmi dirilis pada Rabu (22/2/2023) waktu setempat. Mayoritas pejabat The Fed setuju untuk menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps), sementara beberapa orang mendukung untuk kenaikan yang lebih besar, yakni 50 bps.

Pejabat The Fed mengatakan kenaikan suku bunga acuan diperlukan untuk menurunkan inflasi ke target 2 persen, meskipun hampir semua mendukung langkah penurunan laju kenaikan.

“Kami mengamati bahwa sikap kebijakan yang membatasi kenaikan suku bunga perlu dipertahankan sampai data yang masuk memberikan keyakinan bahwa inflasi berada pada jalur penurunan yang berkelanjutan hingga 2 persen. Hal ini kemungkinan akan memakan waktu lama,” tulis risalah The Fed pada 31 Januari-1 Februari 2023 seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (23/2/2023).

Risalah The Fed juga mengatakan "hampir semua" pejabat setuju menaikkan suku bunga sebesar 25 bps pada pertemuan tersebut. Sementara itu, beberapa pejabat justru mendukung atau dapat mendukung kenaikan 50.

Seperti diketahui, The Fed telah menaikkan suku bunga seperempat poin (25 bps). Tindakan tersebut merupakan langkah moderat setelah kenaikan setengah poin (50 bps) pada Desember 2023 dan empat kali berturut-turut kenaikan jumbo sebesar 75 bps.

Langkah yang dilakukan The Fed tersebut mendongkrak suku bunga acuan menjadi kisaran 4,5 persen hingga 4,75 persen.

Baik Ketua The Fed Jerome Powell maupun risalah menunjukkan bahwa para pejabat bank sentral AS siap menaikkan suku bunga lebih lanjut untuk menghasilkan perlambatan ekonomi yang lebih luas demi meredam inflasi.

“Para peserta umumnya mencatat bahwa risiko kenaikan [suku bunga] terhadap prospek inflasi tetap menjadi faktor kunci yang membentuk prospek kebijakan, dan bahwa mempertahankan sikap kebijakan yang ketat sampai inflasi jelas berada di jalur menuju target 2 persen sesuai dari perspektif manajemen risiko,” kata risalah tersebut.

Sejumlah pejabat mengatakan bahwa sikap kebijakan yang "tidak cukup ketat" dapat menghambat kemajuan baru-baru ini dalam memoderasi tekanan inflasi.

Kepala ekonomi AS di Bank of America Securities Michael Gapen mengatakan setelah 2022, perekonomian AS mengindikasikan lebih banyak momentum di pasar tenaga kerja dan risiko seputar inflasi dari perkiraan pejabat Fed.

“Kami perlu melihat disinflasi berbasis luas, dan kami tidak mendapatkannya dalam data terbaru,” ujar Gapen.

Dia memperkirakan Fed akan melanjutkan pengetatan ke kisaran 5,25 persen hingga 5,5 persen, satu kenaikan di atas perkiraan pejabat median 5,1 persen pada Desember 2022.


Pertaruhan Meningkat

Menjelang pertemuan tersebut, pemain pasar uang memperkirakan penurunan suku bunga pada paruh kedua 2023. Sejak itu, mereka telah meredam spekulasi tentang kemungkinan bahwa Fed akan berbalik arah dan mulai menurunkan suku bunga sebelum akhir tahun ini.

Kathy Bostjancic, Kepala Ekonom di Nationwide Life Insurance Co, mengatakan bahwa dia telah menaikkan perkiraannya untuk suku bunga acuan atau Fed Funds Rate ke kisaran 5,25 persen hingga 5,5 persen seiring kuatnya data ketenagakerjaan dan inflasi pada Januari 2023.

Payrolls meningkat 517.000 pada bulan tersebut, sementara indeks harga konsumen, tidak termasuk harga makanan dan energi, naik 5,6 persen dari tahun sebelumnya.

Setelah risalah diterbitkan, para pedagang (swap traders) tetap yakin bahwa the Fed akan terus menaikkan suku bunga, dengan pasar mengindikasikan bahwa kenaikan 25 basis poin kemungkinan besar akan terjadi pada pertemuan bulan Maret, Mei, dan Juni.

Para investor meningkatkan ekspektasi untuk kenaikan suku bunga menjadi sekitar 5,36 persen.

Imbal hasil obligasi berfluktuasi namun tetap lebih rendah, sementara indeks S&P 500 ditutup sedikit lebih rendah dan dolar AS yang tetap lebih tinggi.

Pergeseran dalam sentimen juga telah membantu mengetatkan kondisi keuangan sehingga berpotensi membantu bank sentral karena berjuang untuk mengendalikan inflasi di tengah pasar kerja yang ketat.

Dalam risalah yang diterbitkan Rabu (22/2/2023), para pejabat Fed mengatakan bahwa penting agar kondisi keuangan secara keseluruhan konsisten dengan tingkat pengetatan kebijakan yang dilakukan oleh Komite untuk mengembalikan inflasi ke target 2 persen.

Presiden Fed Cleveland Loretta Mester mengatakan pada pekan lalu bahwa dia telah melihat kasus ekonomi yang "meyakinkan" untuk kenaikan setengah poin selama pertemuan terakhir.

Perspektif tersebut digaungkan pada hari yang sama oleh kepala Fed St Louis James Bullard. Kedua pejabat tersebut tidak memberikan suara pada keputusan kebijakan tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper