Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyebutkan sejumlah alasan Rencana penerapan sistem jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) di DKI Jakarta banjir penolakan dari berbagai pihak.
Ketua Forum Transportasi Perkotaan MTI Budi Yulianto mengatakan, rencana pemberlakukan ERP diprediksi akan mendapat banyak penolakan dari pengguna kendaraan pribadi. Hal tersebut karena mereka menganggap masyarakat dipaksa membayar dan tidak ada pilihan lain ketika hendak melalui ruas jalan tersebut.
Budi melanjutkan, penolakan masyarakat ini disebabkan oleh fasilitas transportasi yang aman dan nyaman secara ekonomi sebagai kompensasi pemberlakuan ERP belum tersedia. Selain itu, masyarakat yang memilih menggunakan kendaraan umum berupa taksi online dan ojek online akan keberatan jika moda transportasi tersebut juga dikenakan tarif ERP.
“Pemprov DKI Jakarta harus benar-benar membuktikan kepada masyarakat bahwa program ini akan berhasil dan bisa menciptakan integrasi transportasi strategis yang dapat mengatasi kemacetan dan kesulitan-kesulitan teknikalnya,” ujar Budi dalam keterangan resminya, Senin (13/2/2023).
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta dapat mencontoh kota-kota besar di negara lain yang telah menerapkan ERP, seperti Singapura dan London, Inggris.
Budi melanjutkan, ERP bukan satu-satunya sistem transportasi yang bertujuan untuk mengurai kemacetan. Seharusnya, penanganan masalah transportasi mengacu pada sustainable transportation yaitu transportasi merupakan tujuan utama sebagai penggerak ekonomi wilayah perkotaan dan perkembangan sosial serta harus mengandung unsur ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Baca Juga
Dia menambahkan, penerapan ERP merupakan salah satu langkah mengurai kemacetan di Jakarta yang semakin parah. Namun, menurutnya penerapan ERP memerlukan kajian sangat panjang dan matang karena kebijakan tersebut akan memiliki dampak sosial yang cukup luas.
Dia menjelaskan, beberapa negara yang telah lebih dulu menerapkan ERP juga tidak seluruhnya berhasil. Dia mencontohkan, Inggris juga sempat menerapkan ERP untuk kota-kota selain London seperti Cardiff, Birmingham, dan Liverpool.
Namun, penerapan ERP di tiga kota tersebut tidak berhasil lantaran masyarakat menolak keberadaan ERP. Masyarakat setempat menilai program tersebut tidak akan berhasil mengurai kemacetan.
Budi menuturkan, penerapan ERP memang tidak selalu mulus. Apalagi, ide ini juga sulit mendapatkan dukungan publik di berbagai kota-kota di belahan dunia, seperti Hong Kong, Edinburgh, ataupun kota-kota besar lainnya di Amerika Serikat.
“Bahkan Hong Kong yang merupakan kota pertama yang memperkenalkan ide ERP justru gagal mengimplementasikannya karena kurangnya dukungan masyarakat terhadap ide ini,” kata Budi.
Sementara itu, meski telah mendapatkan persetujuan oleh badan legislatif pada 2019, penerapan ERP di New York City tak kunjung terlaksana hingga tahun ini lantaran pembahasan teknis yang sangat rumit.