Bisnis.com, JAKARTA -- Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dinilai menjadi salah satu sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) yang berpotensi besar dan cepat dikembangkan di Indonesia.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Andriah Feby Misna menjelaskan faktor yang menjadikan PLTS menarik untuk dikembangkan saat ini di antaranya adalah biaya investasi yang semakin terjangkau. Dengan demikian, PLTS dapat dikembangkan dari skala kecil seperti untuk PLTS atap hingga pengembangan skala besar.
Tak hanya itu, pembangunan PLTS juga bisa dilakukan baik di tanah lapang maupun secara terapung di waduk atau danau dengan durasi pembangunan yang relatif cepat.
"Pemerintah telah menerapkan kebijakan pengembangan PLTS dengan porsi yang besar sebagai salah satu upaya meningkatkan porsi EBT dalam bauran energi nasional di Indonesia," ujarnya kepada Bisnis, dikutip, Senin (30/1/2023).
Adapun pemerintah memiliki target porsi energi terbarukan dalam bauran energi primer mencapai 23 persen pada 2025. Hal ini sejalan dengan Enhanced NDC yang disampaikan oleh Indonesia pada 2022, yaitu meningkatkan komitmen penurunan emisi menjadi 31,9 persen – 43,2 persen pada 2030.
Dengan kata lain, pada 2030 Indonesia memiliki target penurunan emisi karbon di sektor energi sebesar 358 Juta Ton CO2e. Untuk jangka panjang, pemanfaatan dan pengembangan EBT ditujukan guna mewujudkan komitmen Indonesia untuk mencapai Net Zero Emissions pada tahun 2060.
Dalam merealisasikan sejumlah target tersebut, bukan tanpa kendala atau hambatan. Menurutnya, pengembangan energi terbarukan selama jangka panjang masih harus mempertimbangkan keseimbangan suplai dan permintaan untuk penyediaan tenaga listrik.
Feby menyebut kondisi pasokan yang berlebih khususnya di sistem pembangkit Jawa, Madura, dan Bali masih menjadi salah satu tantangan bagi masuknya energi terbarukan secara masif. Selain itu, faktor ‘klise’ lainnya yakni nilai investasi awal yang tinggi, keterbatasan pendanaan, dan risiko pengembangan menjadi tantangan pengembangan energi terbarukan.
"Sementara itu, secara teknis, kesiapan sistem ketenagalistrikan untuk menerima pembangkit energi terbarukan, khususnya pembangkit intermiten juga menjadi perhatian agar target energi terbarukan dapat tercapai,” jelasnya.
Dia pun menilai dengan adanya ancaman krisis energi global justru menjadi pendorong untuk mempercepat transisi energi menuju energi bersih yang berkelanjutan.
Sementara itu, Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Dadan Kusdiana kembali menekankan bahwa pembangunan PLTU baru tidak akan ada lagi mulai 2026. Dadan menegaskan mulai dari saat ini, energi bersih dan terbarukan akan menjadi satu-satunya investasi yang dilakukan sebagai sumber pembangkit listrik di Indonesia.
“Kami juga telah menargetkan bauran EBT sebesar 23 persen. Memang pertumbuhannya tipis- tipis dari tahun ke tahun. Tapi kami yakin mulai dari sekarang ini bisa semakin naik karena kami sudah punya regulasi yang menguatkan,” ujarnya.
Dadan menyebut mulai dari tahun ini hingga 2030 setidaknya akan ada tambahan kapasitas sumber kelistrikan sebesar 20 GW hingga 21 GW yang berasal dari Energi Baru Terbarukan. Dia juga memastikan Indonesia sumber energi yang cukup dengan potensi sekitar 3.000 GW dari geothermal, hidro, bio energi, and surya.