Bisnis.com, JAKARTA - Ekonomi Korea Selatan (Korsel) terkontraksi untuk pertama kalinya sejak awal pandemi pada kuartal IV/2022. Keadaan ini mendukung pandangan bahwa bank sentral akan berhenti menaikkan suku bunga acuan.
Dilansir dari Bloomberg pada Kamis (26/1/2023), Bank of Korea (BOK) melaporkan produk domestik bruto (PDB) mengalami kontraksi 0,4 persen pada kuartal IV/2022 dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq).
Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) PDB masih berekspansi sebesar 1,4 persen.
Kontraksi ekonomi ini telah diproyeksi sebelumnya. Gubernur BOK Rhee Chang-yong mengisyaratkan kemungkinan kontraksi saat bank sentral memutuskan kenaikan suku bunga 25 basis poin pada awal Januari.
Pelemahan aktivitas ekonomi mendorong pasar menginterpretasikan kenaikan suku bunga acuan tersebut sebagai langkah terakhir dalam siklus pengetatan saat ini.
Untuk tahun 2022 secara keseluruhan, PDB Korsel mengalami ekspansi 2,6 persen dari tahun sebelumnya, sejalan dengan proyeksi BOK sebelumnya.
Baca Juga
Kontraksi ekonomi pada kuartal IV/2022 merupakan indikasi sulitnya menjinakkan inflasi dengan kenaikan suku bunga acuan dan mengarahkan ekonomi menuju pendaratan lunak atau soft landing di tengah perlambatan pertumbuhan global.
Kepala ekonom di KB Kookmin Bank Chang Jae-chul mengungkapkan suku bunga acuan, harga minyak mentah, dan inflasi berkontribusi pada penurunan konsumsi.
"Ini adalah situasi yang sangat sulit." lanjutnya.
Menurut Chang godaan untuk menggunakan anggaran tambahan guna menopang ekonomi harus diperlakukan dengan hati-hati.
Selain itu, para pejabat dan ekonom sebagian besar memperkirakan ekonomi akan pulih tanpa perlu pengeluaran tambahan dari pemerintah di bawah presiden Yoon Suk-yeol.
Ke depannya, kekuatan pemulihan ekonomi China kemungkinan akan menjadi faktor kunci pertumbuhan ekspor Korsel, sedangkan perkembangan di pasar properti merupakan salah satu area utama yang menjadi perhatian di dalam negeri.
Menteri Keuangan Korsel Choo Kyung-ho mengakui bahwa ekonomi sedang menghadapi periode yang sangat sulit di paruh pertama tahun 2023.
Seperti diketahui, Korsel menjadi indikator awal keadaan ekonomi global karena sangat bergantung pada perdagangan internasional. Kinerja negara ini terkait erat dengan kinerja negara-negara besar termasuk China, Amerika Serikat (AS) dan Jepang.
Selain itu, Korsel juga rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global karena sangat bergantung pada impor minyak dan makanan. Saat harga mengalami kenaikan di seluruh dunia, perusahaan-perusahaan membatasi investasi, mengurangi permintaan untuk produk dari Korsel seperti semikonduktor, baja, dan layar display.