Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DEN: Pengembangan PLTS Tak Cukup Political Will, Butuh Keberanian!

Besarnya tantangan pengembangan energi terbarukan membuat political will tidak cukup, perlu ada political guts dari pemerintah.
Ilustrasi petugas membersihkan PLTS atap./Istimewa
Ilustrasi petugas membersihkan PLTS atap./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Pengembangan pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS di Indonesia tidak cukup bermodalkan kemauan politik atau political will, melainkan memerlukan keberanian politik atau political guts karena besarnya berbagai tantangan.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Herman Darnel Ibrahim menjelaskan bahwa pemerintah memang menyatakan keinginan untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT), tetapi pelaksanaannya masih terbilang lambat. Sumber listrik nasional masih didominasi oleh pembangkit berbasis batu bara.

Dari berbagai potensi energi terbarukan, potensi tenaga surya menjadi yang terbesar, yakni mencapai 3.294 megawatt (MW). Tidak heran, Indonesia terletak di khatulistiwa dengan daratan yang membentang dari Sabang hingga Merauke.

Meskipun begitu, pemanfaatan tenaga surya untuk listrik tercatat baru 0,01 persen. Sementara itu, panas bumi yang potensinya 23,9 gigawatt (GW) telah dimanfaatkan 9,6 persen dan energi hidro dengan potensi 95 GW telah dimanfaatkan 7 persen.

Menurut Herman, pengembangan energi terbarukan harus dimulai dengan pengurangan penggunaan energi fosil, baik untuk pembangkit listrik maupun transportasi. Menurutnya, syarat mutlak pengembangan energi terbarukan adalah 'perlawanan' terhadap energi fosil.

Salah satu langkah awal yang dapat dilakukan adalah dengan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) secara bertahap. Pemerintah dapat memberlakukan harga BBM yang bergerak sesuai kondisi pasar atau harga bahan baku sehingga masyarakat terbiasa atas perubahan harga dan subsidi dapat berkurang perlahan.

Turunnya beban subsidi BBM membuat anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) memiliki ruang lebih besar untuk mengembangkan EBT. Setelah itu, pemerintah perlu memantapkan keberanian untuk benar-benar mengembangkan energi terbarukan secara masif.

Pengurangan energi fosil itu menurutnya tidak cukup hanya dengan political will pemerintah, melainkan perlu political guts. Pasalnya, banyak pihak yang akan 'terganggu' apabila EBT berkembang dan penggunaan energi fosil semakin turun.

"Bicara political will, kalau melihat subsidi BBM, itu terjemahannya sebenarnya tidak ada political guts karena diperlukan keberanian politik. Coba saja pajak karbon, pajak batu bara, itu kan belum [kunjung berlaku]," ujar Herman dalam wawancara khusus bersama Bisnis, pekan lalu.

Menurutnya, saat ini tercipta pertandingan yang tidak seimbang antara pengembangan energi terbarukan dan penggunaan energi fosil. Herman menilai bahwa pemerintah tidak memiliki keberanian untuk menciptakan keseimbangan karena terdapat pula risiko politik dari kebijakan energi.

"Sebenarnya, yang diperlukan adalah political guts tadi dan cohesiveness atau kekompakan, antara partai misalnya. Ketika bahwa untuk maju ini energi jangan disubsidi lagi, dan partai penentang setuju. Jadi, hal-hal seperti itu jangan dijadikan alat politik. Ada beberapa hal yang kalau baik untuk negara jangan dijadikan alat menyerang lawan politik," katanya.

Wawancara tersebut merupakan bagian dari laporan khusus Dilema Listrik Tenaga Surya yang terbit di harian Bisnis Indonesia edisi Selasa (24/1/2023). Baca laporan lengkapnya di epaper.bisnis.com dan berita terkait di bisnisindonesia.id.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper