Bisnis.com, JAKARTA- Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) mengungkap aksi demonstrasi dan bentrokan yang menewaskan seorang tenaga kerja lokal dan asing berawal dari minimnya keterbukaan pihak manajemen PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) kepada pekerja.
Sekretaris Jenderal OPSI Timboel Siregar mengatakan PT GNI telah melanggar norma kerja dan tidak patuh terhadap hukum positif ketenagakerjaan yang ada. Perusahaan yang mengelola proyek smelter di Morowali Utara, Sulawesi Tengah itu diklaim tertutup dan sulit diakses pihak luar seperti Dinas Tenaga Kerja setempat.
"Ketertutupan manajemen PT GNI menjadi faktor utama sehingga terjadi pelanggaran hak normatif pekerja di tempat kerja, dan Dinas Tenaga Kerja Sulawesi Tengah tidak bisa melakukan pengawasan dan penegakkan hukum atas pelanggaran tersebut," kata Timboel dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (20/1/2023).
Sebelumnya, bentrok antar karyawan yang terjadi di PT GNI hingga mengorbankan 2 nyawa itu terjadi pada Sabtu (14/1/2023). Hal ini dipicu sejumlah tuntutan pekerja terkait dengan tidak adanya penerapan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Pekerja meminta agar PT GNI memberikan APD (Alat Pelindung Diri) lengkap kepada saat bekerja, memasang sirkulasi udara di setiap gudang atau smelter, dan memperjelas hak-hak pekerja yang sudah meninggal akhir tahun lalu akibat kecelakaan kerja.
Timboel menilai kejadian ini menjadi sejarah buruk pelaksanaan hubungan industrial di Indonesia. Apalagi, kejadian tersebut bertepatan dengan pelaksanaan bulan K3 Nasional Tahun 2023 yang berlangsung pada 12 Januari - 12 Februari 2023.
Baca Juga
"Tentunya ini sebuah ironi yang muncul di tengah upaya Pemerintah mengkampanyekan K3 Nasional," jelasnya.
Selain itu, tuntutan juga berawal dari roda usaha PT GNI yang dinilai tidak memiliki peraturan perusahaan yang sah, melakukan pemotongan upah, hingga PKWT untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Di sisi lain, dia juga memperhatikan minimnya keterbukaan manajamen di setiap perusahaan dari pihak luar tak jarang memicu perkara. Dia mencontohkan, peristiwa kebakaran pabrik kembang api di Tangerang pada tahun 2017 lalu yang menewaskan 49 pekerja.
Kejadian tersebut juga merupakan akibat dari ketertutupan pabrik tersebut dari akses pihak luar. Dinas Tenaga Kerja tidak bisa mengakses tempat kerja sehingga masalah K3 dan hak normatif pekerja lainnya menjadi sulit diperiksa.
Namun, dia melihat itikad baik perintah Presiden Joko Widodo terkait dengan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) untuk dibicarakan di DPR dan disahkan menjadi UU PRT. Menurutnya hal tersebut merupakan momentum sangat baik untuk melindungi Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang selama ini kerap kali mengalami eksploitasi dan penganiayaan.
"Terjadinya eksploitasi dan penganiayaan tersebut dimulai dari ketertutupan akses pihak luar terhadap pelaksanaan hubungan kerja di rumah tangga tersebut," terangnya.
Salah satu poin yang sangat penting dalam RUU PPRT yang harus diatur adalah adanya akses pihak luar ke rumah sebagai tempat kerjanya PRT.
Selain itu, PRT dan majikannya memiliki hubungan kerja yang dibuktikan dengan adanya upah, pekerjaan, dan perintah kerja, sesuai dengan amanat Pasal 1 angka 15 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dengan demikian, RUU PPRT harus memasukkan PRT sebagai subyek hubungan kerja yang ketentuannya diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja. PRT wajib mendapatkan upah layak dan pekerjaan yang layak, wajib ikut seluruh jaminan sosial yaitu JKN, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
"Tempat kerja adalah ruang publik yang harus mudah diakses oleh Pemerintah dan Dinas Pengawas Ketenagakerjaan untuk memastikan pelaksanaan hubungan kerja di tempat kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan," tandasnya.
Dia mendorong Pemerintah harus memastikan ketentuan tentang kemudahan akses tersebut lebih jelas dan tegas tercantum dalam regulasi, termasuk dalam RUU PPRT, beserta sanksi yang mengawalnya. Peran Pengawas Ketenagakerjaan pun harus ditingkatkan kualitasnya untuk melakukan pengawasan dan penegakkan hukum yang baik.