Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Airlangga Beberkan Sederet Hambatan Pengembangan KEK, Apa Saja?

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto buka-bukaan soal hambatan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto/Dok. ekon.go.id
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto/Dok. ekon.go.id

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan masih terdapat beberapa kendala dalam mendorong pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Dia mengatakan dari 19 KEK yang saat ini telah ditetapkan oleh pemerintah, masih terdapat beberapa KEK yang perlu didorong agar dapat berkembang secara signifikan, diantaranya KEK Morotai, KEK Sorong, KEK MBTK, dan KEK Likupang.

"Beberapa hambatan dalam pengembangan KEK ini yaitu mulai dari masalah penguasaan dan pengelolaan lahan, kurangnya kemampuan badan usaha pengembang dalam penyediaan pendanaan, hingga kurangnya kapasitas manajemen dan belum adanya rencana bisnis dalam menarik investasi," kata Airlangga, Kamis (12/1/2023). 

Hambatan lainnya, masih diperlukannya dukungan infrastruktur dari pemerintah, dan masih belum optimalnya pemberian fasilitas fiskal dan kemudahan di KEK.

Pemerintah mengharapkan KEK dapat meningkatkan realisasi investasi pada 2023 sebesar Rp61,9 triliun dan dapat menciptakan lapangan kerja baru sebanyak 78.774 orang yang merupakan bagian dari pelaksanaan komitmen investasi Rp214 triliun.

Airlangga mengatakan, KEK telah berjalan dengan capaian investasi sebesar Rp30,9 triliun atau 27 persen dari kumulatif investasi dan telah mampu membuka lapangan kerja baru sebesar 27.526 orang atau 49 persen dari kumulatif tenaga kerja. 

“Sampai dengan tahun 2022, realisasi investasi adalah Rp113,2 triliun, jumlah lapangan kerja sebesar 55.678 orang, dan komitmen investasinya Rp214 triliun, dimana untuk tahun 2023 komitmen investasi sebesar 61,9 triliun,” kata dia.

Dihubungi terpisah, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan bahwa manajerial KEK seharusnya dapat mencontoh kawasan industri yang sudah eksisting dan cukup berhasil, misalnya kawasan di Jawa Barat. 

Selain itu, pemerintah juga perlu belajar dari kasus Vietnam dan China, yang mana ada peran aktif pemerintah daerah dan pengelola untuk berlomba memberi insentif yang dibutuhkan calon investor.

Bhima mengatakan, pemerintah juga perlu mengkaji secara runut permasalahan di setiap KEK, baru kemudian dicarikan solusinya.

“Tidak semua bisa diselesaikan dengan insentif pajak, kadang masalahnya soal ketersediaan SDM di dekat kawasan, akses ke bahan baku, hingga ketersediaan air bersih. Masalah setiap kek sangat spesifik jadi harus di runut, tidak bisa digeneralisasi,” katanya kepada Bisnis.

Di samping itu, menurut Bhima, untuk mendorong pengembangan KEK hijau pun harus ada beberapa persyaratan, karena tidak semua KEK dapat diubah menjadi kawasan hijau, misalnya karakteristik potensi daerah apakah mau dibangun pabrik baterai kendaraan listrik mendekati bahan baku nikel.

“Kemudian, bagaimana ketersediaan listrik yang berasal dari EBT [energi baru terbarukan] apa sudah mencukupi kapasitasnya. Tahapan berikutnya tentu menemukan calon investor yang memiliki visi lingkungan atau standar ESG [environment, social, and governance] yang tinggi,” jelas Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper