Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah tengah mempertimbangkan opsi penunjukkan badan usaha milik negara (BUMN) sebagai pelaksana skema pungut salur dana kompensasi atas kewajiban pemenuhan domestic market obligation (DMO) batu bara dari perusahaan tambang.
BUMN dipertimbangkan untuk menggantikan bentuk badan layanan umum (BLU) yang sempat menjadi opsi kuat sepanjang 2022 lalu.
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ing Tri Winarno mengatakan, mekanisme pungut salur lewat perusahaan pelat merah itu dimungkinkan melalui skema mitra instansi pengelola (MIP).
“Ya bisa BUMN [pengelolanya],” kata Tri saat ditemui Bisnis di Kementerian ESDM, Rabu (11/1/2023).
Melalui skema MIP, kata Tri, nantinya hasil pungutan dari setiap selisih harga batu bara internasional dengan penjualan DMO tidak langsung diidentifikasi sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Kalau mitra instansi pengelola itu masuknya ngga langsung PNBP, kira kira begitu lah,” tutur Tri.
Baca Juga
Kementerian ESDM sebelumnya sempat menginginkan setiap pungutan selisih harga batu bara domestik itu dikelola secara bisnis-ke-bisnis (B2B) antarpelaku usaha.
Skema itu dinilai lebih efisien ketimbang dikelola langsung lewat badan khusus seperti penghimpunan dana sawit pada badan pengelola dana perkebunan kelapa sawit (BPDPKS).
Kendati demikian, Tri memastikan, skema dan format pengelola dana kompensasi DMO batu bara itu masih dalam tahap pembahasan. Belum ada keputusan akhir yang bisa diambil kendati kebutuhan badan pengelola kompensasi sudah digaungkan sejak krisis pasokan batu bara untuk pembangkit listrik awal 2022 lalu.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyebut, pembentukan BLU batu bara belum bisa berjalan pada awal 2023 ini. Bahkan, wacana ini terancam batal lantaran belum ada kesepakatan antara pihak terkait yang akan mengelola dana pungutan dari perusahaan batu bara.
“Jadi memang BLU yang kemarin diusulkan masih ada handicap-nya [kekurangan], kalau ikut mekanisme itu kan masih ada mandatory spending [pengeluaran wajib],” tutur Arifin di gedung Kementerian ESDM, Jumat (6/1/2023).
Menurutnya, cara kerja BLU batu bara adalah sebagai pemungut dan penyalur dana kompensasi batu bara bakal pengusaha batu bara yang memasok batu bara ke perusahaan setrum negara. Maka sebaiknya dilakukan oleh pengusaha, tanpa melibatkan pemerintah.
“Ya kan yang ikut BLU selama ini, kan ini konsepnya BLU ini, kan ini untuk bisa kontribusi tarik salur, baiknya ini dilakukan oleh para pengusaha sendiri,” tambah Arifin.
Sementara itu, Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) meminta kejelasan pemerintah ihwal kebijakan kompensasi dari kewajiban pasok DMO tahun ini.
“Kalau memang itu tidak bisa dirilis dengan kondisi yang sekarang nanti akan berulang-ulang karena kebijakan DMO kita juga terasa denda dan lainnya sangat berat,” kata Ketua Umum Aspebindo Anggawira saat ditemui di kawasan kantor pusat CT Group, Jakarta, Senin (9/1/2023).
Menurut Angga, BLU batu bara mendesak untuk segera dibentuk, sebab harga batu bara di pasar internasional dan dalam negeri masih mengalami disparitas yang cukup lebar. Berlarutnya pembentukan BLU pun memunculkan celah adanya penyelewengan dalam pemenuhan DMO.
“Urgensi dari BLU itu kan saling adanya keseimbangan antarharga yang dijual dalam negeri dan luar negeri, subsidinya business to business, kalau dalam konteks sekarang dalam caping itu kan ibaratnya DMO itu boleh dibilang rentan,” kata dia.