Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Tambang Batu Bara Pelajari Dampak Perdagangan Karbon

Terdapat potensi pungutan atas offset gas buang yang dibebankan juga kepada penambang seiring penerapan aturan perdagangan karbon.
Proses pemuatan batu bara ke tongkang di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian
Proses pemuatan batu bara ke tongkang di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha hulu tambang batu bara turut mengantisipasi dampak penerapan perdagangan karbon pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) bagi lini bisnis mereka. 

Kendati penerapan berlaku terbatas di pembangkit batu bara, pemasok ikut mempelajari potensi pungutan atas offset gas buang yang dibebankan juga kepada penambang.

“Ini kan ada kenaikan beban dari PLTU, itu kan kami belum tahu apakah PLTU nge-charge ke supplier ini belum tahu juga,” kata Direktur Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia saat dihubungi, Kamis (5/1/2023). 

Di sisi lain, Hendra mengatakan, pelaku usaha hulu tambang belum mengadakan pembahasan terkait dengan potensi pelimbahan pungutan itu bersama dengan penyedia listrik batu bara. 

Kendati demikian, menurut dia, penerapan perdagangan karbon bakal ikut berdampak positif bagi kinerja pembangkit di tengah komitmen untuk pengurangan gas buang saat ini. 

“Perdagangan karbon salah satu opsi perusahaan untuk bisa mengurangi emisi,” kata dia. 

Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif resmi mengeluarkan peraturan teknis terkait dengan perdagangan karbon secara terbatas di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berlaku efektif tahun ini. 

Amanat itu tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 16/2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik yang disahkan pada 27 Desember 2022 lalu. 

Permen itu sekaligus menjadi tindaklanjut dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. 

Plt. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Dadan Kusdiana mengatakan salah satu instrumen yang digunakan dalam pengukuran transaksi jual beli unit karbon adalah persetujuan teknis batas atas emisi gas rumah kaca pelaku usaha atau PTBAE-PU. 

Instrumen itu berkaitan dengan penetapan kuota emisi yang diberikan kepada pelaku usaha untuk mengemisikan GRK mereka dalam waktu tertentu yang dinyatakan dalam ton karbon dioksida ekuivalen. 

“Kuota masih diproses ya, sementara harga unit karbon tidak ditentukan oleh Kementerian ESDM,” kata Dadan saat dihubungi, Kamis (5/1/2023). 

Adapun perdagangan karbon dapat dilakukan melalui pasar dalam negeri dan luar negeri. Skema yang disiapkan di antaranya bursa karbon serta perdagangan langsung. 

“Untuk harga unit karbon diserahkan ke mekanisme pasar,” kata dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper