Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Awas! Ini Peringatan Resesi 2023 dari Sri Mulyani dan Gubernur BI

Simak peringatan soal ancaman resesi 2023 dari Menkeu Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. Indonesia bakal aman?
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di acara pembukaan 3rd FMCBG Meeting di Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022).
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di acara pembukaan 3rd FMCBG Meeting di Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022).

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dan otoritas keuangan mewanti-wanti gejolak ekonomi masih akan terus berlanjut pada tahun depan, disertai dengan ketidakpastian yang sangat tinggi. Ini peringatan ancaman resesi 2023 dari Menkeu Sri Mulyani dan Gubernur BI Perry Warjiyo. 

Perekonomian dunia diperkirakan tumbuh melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun ini, terutama disebabkan oleh perlambatan sejumlah negara utama, misalnya Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa.

Risiko resesi ekonomi di beberapa negara tersebut bahkan meningkat, sejalan dengan pengetatan kebijakan moneter yang sangat agresif untuk merespons lonjakan inflasi.

Kebijakan moneter secara agresif, terutama kenaikan suku bunga, mengancam perlambatan ekonomi di negara maju. Hal ini juga memberikan dampak bagi perekonomian negara berkembang.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa kenaikan suku bunga negara maju terutama The Fed, bank sentral Amerika Serikat, diperkirakan akan tetap berlanjut pada tahun depan.

“Inflasi di negara maju masih relatif dalam situasi yang tinggi, sehingga kita lihat respons kebijakan moneter dengan kebijakan suku bunga yang ekstrem dan cepat dilakukan oleh negara-negara maju,” katanya beberapa waktu lalu. 

Dia mengatakan bahwa The Fed  telah menaikkan suku bunga sebesar 425 basis poin sepanjang tahun ini, yaitu ke level 4,25-4,50 persen.

Menurutnya, kenaikan tersebut merupakan level tercepat dan tertinggi dalam sejarah kenaikan suku bunga di AS.

"Pengaruhnya [kenaikan suku bunga The Fed] seluruh dunia kena dampaknya,” imbuhnya. 

Tren yang sama juga terjadi di negara maju lainnya, misalnya Eropa, dengan tingkat suku bunga yang telah mencapai 2,5 persen, serta Inggris yang juga telah menaikkan suku bunga ke level 3,5 persen.

Selain berdampak pada jalur keuangan, Sri Mulyani mengatakan bahwa perlambatan ekonomi di banyak negara, terutama di negara mitra dagang Indonesia, berisiko mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia.

Dia memperkirakan, kinerja ekspor Indonesia pada 2023 akan kembali normal, setelah mengalami peningkatan yang signifikan selama pandemi Covid-19, yang juga dipengaruhi oleh tingginya harga komoditas di pasar global.

Menurutnya, kondisi perekonomian pada 2023 semakin sulit diprediksi karena masih sangat bergantung pada kondisi geopolitik, terutama perang Rusia dan Ukraina.

“Belum bicara Eropa yang perang, dan China sebagai ekonomi terbesar kedua di dalam prosesnya untuk membuka diri dan terkena pandemi kembali, mungkin negara lain sudah, China baru mulai terjadi kenaikan kasus. Situasi ketidakpastian ini yang harus jadi perhatian kita dalam mengidentifikasi risiko terhadap ekonomi kita,” jelasnya.

Sri Mulyani juga membandingkan kondisi ekonomi pada 2023 dengan krisis ekonomi pada 1998 dan 2008. Da menilai, ancaman resesi ekonomi global pada tahun depan bukanlah tantangan yang mudah.

Pemerintah, kata dia, harus sigap mengatasi setiap tantangan baru yang akan datang, meski Indonesia telah berhasil menangani pandemi Covid-19 dengan sangat baik.

“Kita telah diuji dengan tangangan gejolak keuangan 1997–1998, gejolak naik turunnya harga komoditas, gejolak krisis global 2008–2009. Sekarang pandemi serta kondisi geopolitik dan tantangan resesi global. Ini bukan tantangan yang mudah, polanya berubah”.

Dia pun mengatakan bahwa pemerintah mempertimbangkan adanya risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi 2023 ke 4,7 persen.

Meski kinerja penerimaan pajak terbilang baik tahun ini, risiko perlambatan ekonomi 2023 yang akan berpengaruh terhadap penerimaan negara menurutnya harus terus diwaspadai.

"Tahun depan, target penerimaan perpajakan sebesar Rp1.718 triliun, target yang dihitung dengan sangat berhati-hati dan mempertimbangkan koreksi harga komoditas dan perlambatan pertumbuhan perekonomian di angka 4,7 persen," tulis Sri Mulyani dalam unggahan terbarunya di akun Instagram @smindrawati.

5 Ancaman Resesi 2023 Versi Bank Indonesia

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa dunia saat ini tidak hanya dihadapkan pada ancaman stagflasi, melainkan resflasi, yaitu risiko resesi disertai dengan laju inflasi yang tinggi.

Perry mengatakan, kondisi dunia yang sangat dinamis saat ini masih sangat ditentukan oleh kepastian perang Rusia vs Ukraina yang terus berlanjut. Selain itu, risiko lainnya juga muncul dari perang dagang Amerika Serikat dan China yang kembali memanas.

Menurutnya, ada lima risiko utama yang perlu diwaspadai pemerintah dan semua pihak pada tahun depan.

Pertama, pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat, terutama risiko resesi yang meningkat di Amerika Serikat dan Eropa. BI memperkirakan ekonomi dunia akan tumbuh sebesar 3 persen pada 2022 dan menurun menjadi 2,6 persen pada 2023.

Sementara itu, tekanan inflasi diperkirakan masih tinggi meski mulai melandai, yang dipengaruhi oleh berlanjutnya gangguan rantai pasokan dan ketatnya pasar tenaga kerja terutama di AS dan Eropa.

Kedua,yaitu inflasi yang sangat tinggi dipicu oleh harga energi dan pangan yang tinggi di pasar global.

Ketiga, era suku bunga tinggi yang berlangsung lebih lama. Perry mengatakan, laju inflasi yang masih tinggi akan mendorong kebijakan moneter global tetap ketat pada tahun depan.

“The Fed diperkirakan akan menaikkan Fed Funds Rate hingga awal 2023 dengan siklus pengetatan kebijakan moneter yang panjang, meskipun dengan besaran yang lebih rendah,” katanya.

Dia memperkirakan, suku bunga The Fed akan terus meningkat hingga mencapai tingkat 5 persen dan tetap bertahan pada level yang tinggi pada 2023.

Keempat, penguatan dolar AS yang akan memberikan risiko pada berlanjutnya pelemahan mata uang banyak negara, termasuk Indonesia. Kelima, fenomena cash is the king, investor asing menarik dananya dari negara berkembang, tak terkecuali dari Indonesia, dan menempatkannya pada aset yang lebih likuid.

“Perkembangan ini [kenaikan suku bunga the Fed] mendorong tetap kuatnya mata uang dolar AS dan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global yang kemudian berdampak pada belum kuatnya aliran modal masuk ke negara berkembang, termasuk Indonesia,” kata Perry.

Dengan berbagai perkembangan tersebut, Perry memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi sedikit melambat sejalan dengan perlambatan ekonomi global ke titik tengah kisaran 4,5-5,3 persen.

Awas! Ini Peringatan Resesi 2023 dari Sri Mulyani dan Gubernur BI

Modal Indonesia Hadapi Resesi Global 2023

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pemerintah mencermati penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 dari sejumlah lembaga internasional.

Airlangga menilai penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi merupakan hal yang wajar, karena terdapat tantangan berat dalam ekonomi global tahun depan.

Bank Dunia misalnya, memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh melambat menjadi 4,8 persen dari tahun ini yang diperkirakan mencapai 5,2 persen.

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 dari 5,3 menjadi 4,7 persen.

International Monetary Fund (IMF) pun yang awalnya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 di 5,3 persen, kini menurunkan angkanya menjadi 5 persen.

Airlangga mengatakan, meski proyeksi sejumlah lembaga internasional lebih kecil dari proyeksi pemerintah 5,3 persen dalam APBN 2023, pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 akan terus berlanjut. Dia optimistis target pemerintah akan tercapai.

Hal ini telah tercermin dari capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap kuat hingga kuartal III/2022, yaitu mencapai 5,72 persen secara tahunan.

Pertumbuhan tersebut didorong oleh perbaikan permintaan domestik dan kinerja ekspor yang moncer menjadi salah satu pendorong kinerja ekonomi. Kondisi itu pun menurutnya menjadi modal penting untuk menghadapi berbagai risiko pada tahun depan.

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat pada 2022 dapat menjadi bekal untuk menghadapi potensi resesi global pada 2023. Mobilitas masyarakat yang semakin pulih menjadi determinan utama untuk mendorong aktivitas ekonomi Indonesia,” katanya.

Dia menambahkan, pemerintah juga terus mengambil langkah responsif dalam menjaga daya beli masyarakat di tengah tren kenaikan inflasi global.

“Dengan fundamental yang kuat, ditambah meningkatnya posisi Indonesia di kancah ekonomi internasional, pemerintah optimistis bahwa kebijakan program yang telah dicanangkan akan dapat mendorong kemajuan yang sangat signifikan di berbagai sektor perekonomian, serta dapat meredam tantangan global,” tuturnya.

Halaman
  1. 1
  2. 2
  3. 3

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper