Bisnis.com, JAKARTA- Jones Lang LaSalle (JLL), perusahaan manajemen real estat dan investasi memproyeksi volume investasi di Asia Pasifik akan turun 5-10 persen pada 2023.
Kondisi tersebut melanjutkan penurunan 25 persen secara tahunan pada 2022. Proyeksi penurunan ini sebagai imbas dari kondisi ekonomi dan keuangan global yang masih bergejolak dan mempengaruhi sentimen pasar.
Chief Research Officer Asia Pacific JLL Roddy Allan mengatakan optimisme investor akan pemulihan pasca pandemi yang akan segera berakhir kini beralih pada sikap kehati-hatian di tengah inflasi, suku bunga, dan geopolitik.
"Meskipun kawasan Asia Pasifik cenderung lebih baik karena permintaan domestik yang lebih kuat, kawasan ini tidak akan luput dari tantangan yang lebih luas," ujar Allan, Rabu (28/12/2022).
Dia memperkirakan akan ada peningkatan tekanan kepada pembuat kebijakan untuk berhati-hati dalam menyeimbangkan langkah-langkah dukungan saat ketidakpastian terus berlanjut.
Kendati demikian, JLL mengharapkan investor akan melihat ke sektor-sektor yang memiliki potensi keuntungan yang lebih tinggi yaitu pusat data, logistik, multikeluarga, dan sejumlah proyek greenfield yang terjadwal di pasar negara berkembang, termasuk India dan Asia Tenggara.
Baca Juga
JLL memproyeksi Jepang sebagai tujuan investasi paling menarik, hal tersebut di dukung pelemahan Yen ditambah dengan suku bunga yang rendah. Sementara itu, status Singapura sebagai tempat berlindung yang aman dan fundamental properti yang sehat akan terus menarik modal investasi.
"Sistem kerja Australia yang sangat transparan serta karakteristik beta yang rendah dapat menarik para investor inti," tambahnya.
Di samping adanya pelemahan investasi real estat, namun tren sebaliknya dapat terjadi di industri perhotelan. Aliran investasi ke aset perhotelan diperkirakan meningkat 6 persen pada tahun 2023, melanjutkan kenaikan sebesar 10 hingga 15 persen pada 2022 seiring pelonggaran untuk sejumlah pembatasan akibat pandemi.
Tak hanya hotel, permintaan terkait e-commerce masih bertahan dan diharapkan menjadi pendorong jangka panjang utama untuk ruang gudang, terutama di negara berkembang Asia di mana pertumbuhannya masih panjang.
Hal ini telah memicu pertumbuhan pembangunan properti yang signifikan di beberapa wilayah tersebut dengan 25,9 juta meter persegi stok baru diharapkan mulai beroperasi pada 2023 untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat.
“Prospek pasar real estat Asia Pasifik untuk 2023 masih memiliki ketidakpastian yang terus berlanjut," tandasnya.
Sementara, prospek real estat yang tampak menantang dalam jangka pendek seperti hal nya hotel justru menghadirkan banyak peluang. Allan menambahkan, gangguan terhadap ekonomi akan relatif singkat, dan pelaku pasar harus berpikir untuk melampaui tantangan ini dengan memanfaatkan peluang yang ada di depan.