Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan down payment atau DP Nol Persen yang diperpanjang Bank Indonesia (BI) hingga 31 Desember 2023 dinilai tidak dapat menopang pertumbuhan properti tahun depan.
CEO Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda, menilai kebijakan tersebut hanya dapat diserap oleh segmen menengah dan menengah ke bawah. Sementara itu, daya beli dua segmen tersebut belum pulih.
"DP 0 persen itu sebetulnya pengaruhnya ke sektor menengah bawah, kalau menengah atas dia gak peduli DP berapa. Tapi menengah bawah, pasar ini belum pulih, jadi dampaknya belum terlalu signifikan. Kalau pasarnya pulih, segmen menengah ini sangat butuh itu," kata Ali saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (19/12/2022).
Di sisi lain, perpanjangan DP Nol Persen dilakukan untuk mendorong penyaluran kredit perbankan melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Apalagi, KPR masih menjadi skema pembiayaan yang diminati untuk berbagai jenis hunian.
Berdasarkan data Tren Perumahan Jabodebek-Banten Q3 2022 yang dirilis IPW, ada 96,89 persen konsumen yang membeli rumah tipe kecil menggunakan KPR.
Pada rumah tipe menengah, sebanyak 90,14 persen konsumen menggunakan KPR, sedangkan untuk rumah tipe besar hanya 81,09 persen konsumen yang membeli rumah dengan KPR.
Ali menegaskan, untuk mendorong pertumbuhan sektor properti di tahun 2023, insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sangat membantu dan perlu diperpanjang di tahun depan.
"PPN DTP itu bagus, itu sayang nggak diperpanjang, September selesai. Harusnya diperpanjang tetapi jangan 6 bulan-an, tapi setahun, itu kita lagi coba usulkan itu, tapi yang paling pengaruh itu," jelasnya.
Sebelumnya, kebijakan perpanjangan pelonggaran rasio loan to value (LTV) dan financing to value (FTV) untuk KPR diperpanjang Bank Indonesia (BI) hingga 31 Desember 2023.
Sekretaris Jenderal DPP REI, Hari Ganie, mengatakan insentif yang sudah berlaku sejak lama itu tidak bisa optimal, kalau tidak dibarengi stimulus pemerintah berupa diskon PPN.
"Sebenarnya, kebijakan pasca pandemi yang paling dibutuhkan modelnya bukan LTV tapi insentif PPN DTP yang lebih efektif karena langsung meningkatkan daya beli masyarakat," ujar Hari.
Hari menerangkan bukan berarti kebijakan pelonggaran LTV tidak dibutuhkan. Namun, perlu ada mix policy atau kebijakan bauran di mana antara diskon PPN dan pelonggaran DP diberikan untuk menunjang kemampuan beli masyarakat.