Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OPINI: Pentingnya Intangible Asset

Struktur ekonomi Indonesia selama ini ditopang oleh UMKM yang jumlahnya menapai 99% dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 96,9%.
Ilustrasi UMKM/surakarta.go.id
Ilustrasi UMKM/surakarta.go.id

Bisnis.com, JAKARTA - Pandangan dan prediksi para pengamat dan pejabat publik akan kondisi kegelapan yang mewarnai tahun depan, baik global maupun nasional, mulai krisis ekonomi, pangan, energi, hingga kesehatan yang belum berakhir.

Riak-riak indikasi tersebut juga terlihat di akhir tahun ini, PHK yang mencapai ribuan karyawan telah menimpa beberapa perusahaan, relokasi perusahaan untuk efisiensi biaya produksi, dan pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya mereda. Kondisi ini menjadi warning bagi para stakeholder bagaimana mempersiapkan diri memasuki 2023.

Hal tersebut bukanlah yang pertama bagi Indonesia menghadapi kondisi ini. Krisis ekonomi 1998 dan 2008 dapat menjadi pelajar-an berharga bagi Indonesia bagaimana sektor UMKM sebagai penyelamat pereko-nomian nasional, sehingga dapat keluar dan terhindar dari krisis tersebut. Namun demikian, setiap zaman ada tantangannya. Butuh strategi dan treatment berbeda dalam menghadapi setiap tantangan di zamannya.

Struktur ekonomi Indonesia selama ini ditopang oleh UMKM yang jumlahnya men-capai 99% dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 96,9% dari total unit usaha dan tenaga kerja nasional (Kemenko Perekonomian, 2022). Kontribusi UMKM terhadap PDB yang mencapai 60,5% telah terbukti seba-gai fondasi utama ekonomi Indonesia.

Keunikan dari pelaku UMKM ini dapat membuat suatu produk sesuai versinya masing-masing berdasar-kan resource atau sumber daya yang dimilikinya. Tak sedikit pula UMKM mampu membuat berbagai ramuan jamu atau obat tradisional dari warisan leluhur secara turun temurun. Demikian juga dalam membuat batik, fesyen, maupun kerajinan berdasarkan kreativitas dan kearifan lokalnya.

Namun, tak sedikit para pelaku UMKM terkadang hanya memikirkan bagaimana memproduksi kemudian menjualnya, tanpa memper-hatikan ketentuan-ketentuan dalam memproduksi dan menjual produk tersebut.

Bayangkan dengan jumlah UMKM yang mencapai jutaan, bila ketentuan-ketentuan dalam memproduksi dan menjual produk tersebut tidak dilakukan, tentunya akan membahayakan konsumen, lingkungan, bahkan bagi pelaku UMKM sendiri.

Selain itu, paradigma yang begitu mengakar di kalang-an UMKM pada umumnya, untuk memajukan usaha harus ada modal besar dan mesin canggih, sehingga bantuan yang diinginkan sering kali fresh money dan mesin atau alat agar produk-sinya dapat lebih banyak dan bagus. Memang hal tersebut sebagai bagian dari aset ber-wujud (tangible asset) yang dibutuhkan dalam menjalan-kan usaha.

Kondisi pandemi Covid-19 telah berdampak signifikan bagi para pelaku UMKM dalam menjalankan usaha-nya. Sebagaimana rilis survei UNDP (2021), setidaknya 77% UMKM mengalami penurunan pendapatan, 88% mengalami penurunan permintaan produk, dan 97% UMKM mengalami penurunan nilai aset, sehingga pemerintah memberikan stimulus untuk memulihkan sektor UMKM, seperti pembiaya-an KUR, Bantuan Produktif Usaha Mikro, Penjaminan Kredit UMKM, hingga Bantuan Tunai Pedagang Kaki Lima, Warung, dan Nelayan.

Harapannya, dengan stimulus tersebut UMKM tetap mampu menjaga stabilitas dan keter-sediaan tangible asset yang dibutuhkan dalam menjalan-kan usahanya.Namun yang sering dilupakan dan kurang diperhatikan bagi pelaku UMKM ini, bagaimana mempersiapkan aset tak berwujud (intangible asset) yang tidak terlihat secara langsung, tetapi berpengaruh pada kualitas dan keamanan produk, seperti produksi yang baik dan benar, penggunaan kemasan yang aman, pengelolaan limbah, dan lainnya.

Tak cukup hanya dengan memberikan sosialisasi, bim-bingan teknis, maupun pela-tihan saja dalam memper-kuat fondasi intangible asset bagi UMKM. Sebagaimana disebutkan dalam Good Intentions Are Not Enough : Why We Fail at Helping Others (Robin Low, 2017), setidaknya ada empat lang-kah yang dapat dilakukan, yaitu (1) engage, libatkan langsung dalam mengidenti-fikasi proses produksi yang dijalankan saat ini, (2) enable, sediakan caranya untuk memenuhi yang belum sesu-ai standar/ketentuan produk-si, (3) empower, berdayakan secara langsung untuk tergerak menjalankan perbaikan standar/ketentuan produksi yang belum sesuai tersebut, dan (4) connect, hubungkan dengan pihak-pihak terkait akan solusi pemenuhan standar/ketentuan produksi tersebut.

Skema tersebut dilakukan World Bank dalam Matching Grant Scheme guna mewujudkan UMKM yang kompetitif dan berda-ya saing melalui Business Development Services (BDS). Kementerian Perindustrian sendiri menjalankan skema tersebut melalui program Dana Kemitraan Peningkatan Teknologi Industri (DAPATI) untuk memberikan pelayan-an jasa konsultansi teknologi guna mengatasi permasalahan yang dihadapi Industri Kecil dan Menengah (IKM) dalam rangka meningkatkan efisiensi, produktivitas, nilai tambah, daya saing, dan kemandirian industri.

Perlu atensi dan keseriusan dari para pemangku kepen-tingan untuk membangun sektor UMKM seiring dengan kondisi yang tidak menentu seperti saat ini agar kontri-busi UMKM tetap mampu menopang perekonomian nasional. Pendekatan sosio-kultural dan kearifan lokal tentunya dapat menjadi per-hatian dalam setiap strategi dan kebijakannya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Moko Nugroho

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper