Bisnis.com, JAKARTA - Meikarta, proyek kota terencana di Cikarang Selatan, Bekasi itu sempat disebut sebagai gebrakan besar di bisnis properti pada 2017 lalu. Kini, proyek tersebut dikecam pembeli yang meminta pengembalian dana.
Megaproyek besutan Lippo Group itu pertama kali diperkenalkan ke publik pada 4 Mei 2017 dengan nilai investasi mencapai Rp278 triliun. Meikarta disebut akan memiliki 100 gedung pencakar langit yang memiliki 35-46 lantai.
Lippo Group dengan bangga memperkenalkan Meikarta sebagai proyek dan portofolio terbesar selama kiprahnya di industri ini. Kala itu, James Riady selaku CEO Lippo Group menargetkan pembangunan akan dikebut dalam waktu 3-5 tahun.
Kota Meikarta berdiri di lahan seluas 500 hektare (ha) yang meliputi 225.000 unit mencakup residensial apartemen dan fasilitas umum, seperti area komersial, hingga rumah sakit, sekolah, dan pusat perbelanjaan.
Pada 2017, Lippo Group mencatatkan penjualan Meikarta sebanyak 16.800 unit dari 225.000 unit. Adapun, kisaran harga per unit saat itu sekitar Rp200 juta dengan harga tertinggi per meter persegi senilai Rp12,5 juta.
Deretan Masalah Megaproyek Kota Meikarta Cikarang
Baca Juga
Setelah 5 tahun berlalu, proyek Meikarta yang dikembangkan oleh anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk. (LPCK), yaitu PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) itu mengalami berbagai polemik yang berkenaan dengan hukum hingga proyeknya tersendat.
1. Pemprov Jawa Barat Ragukan Perizinan Proyek (Mei 2017)
Pemerintah Provinsi Jawa Barat terpaksa mendatangi langsung Lippo Group karena tak ada koordinasi apapun kepada pemerintah setempat terkait proyek kota terencana itu.
Saat itu, Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar mengaku terkejut dengan pengumuman proyek besar pasalnya belum ada perizinan dan kesesuaian tata ruang proyek.
“Kita ada Perda, ini proyek mengacu pada Perda tidak? Tiba-tiba launching saja, kami tidak pernah diberi tahu,” kata Deddy kala itu.
Ternyata, di awal Meikarta mengklaim telah menerima izin untuk 350 hektare yang diperluas menjadi 500 hektare. Namun, pihak Pemprov Jabar hanya memberikan izin 84,6 hektare untuk proyek tersebut.
2. PT MSU Digugat oleh 2 Vendor (Mei 2018)
Pengembang Meikarta, PT MSU digugat oleh dua vendor, yaitu perusahaan event organizer PT Relys Trans Logistic dan PT Imperia Cipta Kreasi. Keduanya menggugat pailit PT MSU pada 24 Mei 2018 ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Gugatan tersebut menetapkan MSU berada dalam kondisi penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Namun, pihak MSU mengelak gugatan tersebut pasalnya kedua vendor tak melampirkan bukti pendukung.
3. Kisruh Blok 61006, Meikarta Terancam Pailit (Desember 2020)
Untuk diketahui, Blok 61006 adalah blok yang dipersoalkan oleh konsumen karena pembangunannya tak segera dilakukan. Sebagian dari konsumen Meikarta sempat menuntut pengembalian uang. Namun, hingga sekarang hal itu tak kunjung terealisasi.
Perkara PKPU ini dimohonkan oleh kreditur PT MSU, yaitu PT Graha Megah Tritunggal lewat kuasa hukum pemohon Erlangga Rekayasa S.H. Gugatan tersebut dilakukan pada 6 Oktober 2020 dengan nomor perkara 328/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst.
Entitas Lippo Cikarang itu ditetapkan dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPU-S) dengan segala akibat hukuman untuk paling lama 40 hari terhitung sejak putusan diucapkan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Bisnis, ketiga opsi itu ditetapkan berdasarkan pada putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.328/Pdt.Sus/PKPU/Jkt.Pst tanggal 18 Desember 2020 lalu.
PT MSU menawarkan tiga opsi untuk konsumen dengan mengganti blok tersebut ke blok lain namun dengan selisih harga yang harus ditanggung konsumen.