Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan ekonom menilai pemerintah mesti mempertimbangkan timing yang tepat dalam mengeluarkan persetujuan izin (PI) impor raw material gula rafinasi untuk kebutuhan industri tahun depan.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan keterlambatan dalam mengeluarkan izin impor raw material gula rafinasi bisa berdampak terhadap kinerja industri makanan dan minuman (mamin) serta subsektor lainnya yang memerlukan pasokan gula.
"Kalau tidak diperhitungkan dengan cermat timing serta kebutuhan impornya, ini akan memengaruhi produksi dan kinerja daripada sektor mamin dan industri terkait lainnya," kata Faisal, Selasa (6/12/2022).
Sejauh ini, pemerintah belum mengeluarkan PI impor raw material gula rafinasi untuk kebutuhan industri tahun depan. Pelaku industri sendiri berharap izin impor tersebut bisa segera dikeluarkan sebelum tahun ini berakhir.
Menurut data Asosisasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI), kebutuhan rata-rata GKR setiap bulan secara nasional berkisar antara 250.000 - 280.000 ton. Untuk periode ramadan, kebutuhan GKR industri bisa naik hingga 300.000 ton.
Adapun, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat kebutuhan gula di dalam negeri pada 2022 mencapai sekitar 6,48 juta ton yang terdiri atas 3,21 juta ton gula kristal putih (GKP) dan 3,27 juta ton gula kristal rafinasi (GKR).
Baca Juga
Dari hasil rapat koordinasi terbatas atau Rakortas Tingkat Menteri pada 26 Oktober 2021, disepakati alokasi impor gula mentah untuk bahan baku gula rafinasi dan konsumsi pada 2022 sebanyak 4,37 juta ton.
Perinciannya, alokasi untuk gula kristal rafinasi atau GKR ditetapkan sebanyak 3,48 juta ton, sedangkan gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi sebanyak 891,627 ton.
Direktur Eksekutif AGRI Gloria Guida Manalu mengatakan bahan baku gula rafinasi Tanah Air diimpor dari sejumlah negara, antara lain Brazil, Australia, India, dan Thailand.
Untuk tahun depan, ujarnya, importasi GKR ke Indonesia paling memungkinkan dari Brazil karena stok yang tersedia saat ini berasal dari negara tersebut. Dalam kondisi normal, dibutuhkan waktu pengiriman ke Tanah Air sekitar 45 hari.
"Namun, dengan adanya perang Rusia - Ukraina rutenya kemungkinan harus diubah untuk mencari jalur yang aman dan ditambah dengan kesulitan mendapatkan kapal dengan segera" jelas Gloria.
Sementara di negara pemasok reguler lainnya, yakni Australia, India, dan Thailand, saat ini stok yang tersedia sudah menipis yang salah satu faktor penyebabnya adalah curah hujan yang tinggi pada tahun ini akibat kondisi la nina sehingga berdampak terhadap kualitas dan kuantitas tebu dan hasil tebu di negara tersebut.